SUSU: MENGENAL LEBIH DEKAT KANDUNGAN DAN PROSES PENGAWETANNYA

  • 09:01 WITA
  • Administrator
  • Artikel

SUSU: MENGENAL LEBIH DEKAT KANDUNGAN DAN PROSES PENGAWETANNYA

Oleh

Fitria Azis

A. Pendahuluan

Susu adalah cairan berwana putih yang diproduksi oleh kelenjar susu mamalia berfungsi sebagai sumber nutrisi utama bagi bayi yang baru lahir sebelum mencerna makanan padat. Susu merupakan emulsi lemak dalam air dengan beberapa senyawa terlarut di dalamnya. Protein susu bertindak sebagai zat pengemulsi (emulsifier). Zat pengemulsi ini berfungsi agar air dan lemak pada susu tidak mudah terpisah. Ada begitu banyak kandungan nutrisi penting terdapat pada susu seperti protein, kalsium, fosfor dan vitamin D. Kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5%; kandungan gula susu (laktosa) sekitar 5%; protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Terdapat juga kandungan berbagai vitamin serta mineral. Mutu protein susu setara nilainya dengan protein pada telur dan daging. Terutama sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh. Komposisi susu dapat beragam bergantung pada jenis mamalia, makanan hewan, dan proses pengolahan susu. Susu sapi, yang paling dominan dikonsumsi oleh manusia, sering kali dipasteurisasi untuk membunuh mikroorganisme patogen dan homogenisasi untuk mencegah pemisahan lemak.

Beragam nutrisi penting dan fungsinya kandungan susu. Laktosa merupakan karbohidrat pada susu berfungsi sumber energi. Protein susu berupa whey dan kasein penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan. Vitamin pada susu berupa vitamin A, D, E, dan K serta vitamin B kompleks. Kalsium dan fosfor merupakan mineral penting untuk perkembangan tulang dan gigi.

B. Sifat Alami Susu dan Kerentanannya

Kandungan nutrisi serta gizi yang tinggi pada susu menjadi boomerang bagi susu itu sendiri. Kandungan pada susu merupakan media yang sangat sesuai untuk berkembangnya mikroorganisme penyebab kerusakan pada susu. Zat-zat yang terkandung pada susu dan perannya bagi mikroorganisme yakni air sebagai pelarut, protein sebagai sumber nitrogen yang baik dalam pertumbuhan sel mikroba, laktosa merupakan karbohidrat yang mudah difermentasi oleh bakteri, vitamin dan mineral merupakan nutrisi tambahan yang mendukung pertumbuhan mikroba, dan pH netral pada susu kondisi yang sangat ideal bagi pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme yang sering mengkontaminasi susu adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp., dan Escherichia coli. 

Faktor lain yang memicu percepatan kerusakan susu, antara lain:

1. Suhu, suhu yang hangat atau panas akan mempercepat pertumbuhan bakteri.

2. Waktu, semakin lama susu disimpan, semakin besar kemungkinan terkontaminasi oleh mikroorganisme.

3. Permukaan kontak, semakin luas permukaan susu yang kontak dengan udara atau benda lain, semakin besar peluang kontaminasi.

4. Kebersihan alat dan wada, alat dan wadah yang tidak bersih dapat menjadi sumber kontaminasi.

Kerusakan susu yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, seperti:

1. Pembusukan, ditandai dengan bau asam, rasa asam, dan pembentukan gumpalan. Hal ini disebabkan oleh fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat.

2. Pengasaman, pH susu menjadi lebih rendah akibat produksi asam oleh bakteri.

3. Pembentukan gas, beberapa bakteri menghasilkan gas, menyebabkan susu menjadi berbusa atau mengembang.

4. Perubahan warna, susu dapat berubah warna menjadi kuning, hijau, atau merah akibat pertumbuhan bakteri tertentu.

5. Penurunan kualitas nutrisi, beberapa vitamin dan mineral dalam susu dapat rusak akibat aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

C. Pengawetan Susu

Pengawetan susu adalah serangkaian metode yang digunakan untuk memperpanjang umur simpan susu dengan mencegah atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan. Berikut dipaparka tujuan dari pengawetan susu diantaranya

1. Memperpanjang umur simpan, mencegah atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan.

2. Menjamin keamanan pangan: membunuh atau menonaktifkan mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan konsumen.

3. Mempertahankan kualitas gizi: menjaga kandungan nutrisi dalam susu tetap stabil selama penyimpanan.

4. Mengurangi pemborosan: dengan memperpanjang umur simpan, susu yang diawetkan dapat mengurangi pemborosan akibat susu basi atau rusak.

5. Meningkatkan ketersediaan produk: pengawetan memungkinkan susu dan produk olahannya dapat diangkut dan disimpan lebih lama, sehingga lebih mudah didistribusikan ke wilayah yang lebih luas.

D. Metode Pengawetan Susu

1. Pasteurisasi

Pasteurisasi melibatkan pemanasan susu hingga suhu tertentu (biasanya sekitar 72°C selama 15 detik) dan kemudian didinginkan dengan cepat. Pasteurisasi bertujuan membunuh patogen berbahaya seperti Listeria monocytogenes, Salmonella, dan Escherichia coli tanpa merusak nutrisi dan rasa susu. Pasteurisasi juga memperlambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab pembusukan, sehingga memperpanjang umur simpan susu.

2. Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan dengan pemanasan susu pada suhu yang sangat tinggi (sekitar 135°C hingga 150°C selama beberapa detik) dalam kondisi aseptik. Sterilisasi bertujuan mematikan semua mikroorganisme, termasuk spora bakteri yang tahan panas, sehingga susu dapat disimpan dalam waktu lama pada suhu kamar (sering digunakan untuk susu UHT - Ultra High Temperature).

3. Pendinginan

Penyimpanan susu pada suhu rendah, biasanya di bawah 4°C. Tujuan pendinginan yakni memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan kerusakan pada susu. Pendinginan adalah metode yang umum digunakan untuk menyimpan susu pasteurisasi.

4.  Pengeringan (Susu Bubuk)

Proses pengeringan menghilangkan sebagian besar air dari susu melalui proses dengan spray drying. Mengurangi kadar air untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan memperpanjang umur simpan susu hingga bertahun-tahun tanpa perlu pendinginan. Susu bubuk juga lebih mudah disimpan dan diangkut.

5. Penambahan Bahan Pengawet

Penggunaan bahan pengawet seperti natrium benzoat atau kalium sorbat bertujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang menyebabkan kerusakan. Meskipun tidak selalu digunakan dalam produk susu segar, beberapa produk susu olahan dapat mengandung bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpan.

6. Fermentasi

Proses fermentasi mengubah susu menjadi produk fermentasi seperti yogurt, keju melalui penambahan bakteri asam laktat. Tujuan yakni menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH susu, sehingga menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat bagi mikroorganisme patogen dan pembusuk. Produk fermentasi memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan dengan susu segar.

7. Pengemasan Aseptik

Pengemasan susu dalam kondisi steril untuk mencegah kontaminasi mikroba setelah proses sterilisasi. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi ulang setelah sterilisasi sehingga susu dapat disimpan dalam jangka panjang tanpa memerlukan pendinginan.

E. Perbedaan Susu UHT dan Susu Pasteurisasi

Susu UHT (ultra high temperature) dan susu pasteurisasi adalah dua jenis susu yang diproses menggunakan metode pemanasan untuk membunuh mikroorganisme patogen dan memperpanjang umur simpan. Namun, kedua jenis susu ini memiliki perbedaan utama dalam proses pengolahan, umur simpan, dan cara penyimpanan. Berikut adalah perbedaan antara susu UHT dan susu pasteurisasi.

1. Proses Pemanasan

Susu UHT (Ultra High Temperature), dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi, sekitar 135°C hingga 150°C, selama 2-5 detik. Pemanasan dilakukan dalam kondisi aseptik, biasanya menggunakan teknik injeksi uap atau heat exchanger. Sedangkan susu pasteurisasi, dipanaskan pada suhu yang lebih rendah, sekitar 72°C selama 15 detik (metode pasteurisasi cepat) atau 63°C selama 30 menit (metode pasteurisasi lambat). Setelah dipanaskan, susu segera didinginkan hingga sekitar 4°C untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

2. Umur Simpan

Susu UHT, umur simpan lebih lama, bisa mencapai 6 hingga 12 bulan jika disimpan dalam kemasan tertutup pada suhu kamar. Karena diproses secara aseptik dan disegel dalam kemasan steril, susu UHT tidak memerlukan pendinginan sebelum dibuka. Sedangkan susu pasteurisasi, umur simpan lebih pendek, biasanya sekitar 1 hingga 2 minggu jika disimpan dalam lemari pendingin (di bawah 4°C). Setelah dibuka, susu pasteurisasi harus tetap disimpan dalam lemari es dan biasanya harus dikonsumsi dalam beberapa hari.

3. Rasa dan Nutrisi

Susu UHT, Proses pemanasan yang sangat tinggi dapat menyebabkan perubahan rasa susu, sering kali rasa susu UHT sedikit lebih manis atau "dimodifikasi" dibandingkan susu segar atau pasteurisasi. Beberapa nutrisi sensitif terhadap panas, seperti vitamin B1 dan vitamin C, mungkin mengalami penurunan kandungan akibat pemanasan pada suhu yang sangat tinggi. Susu Pasteurisasi, karena proses pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih rendah, rasa susu pasteurisasi lebih mendekati rasa susu segar. Nutrisi susu pasteurisasi umumnya lebih terjaga dibandingkan dengan susu UHT, meskipun beberapa enzim dan vitamin juga mungkin terpengaruh oleh panas.

4. Cara Penyimpanan

Susu UHT, dapat disimpan pada suhu kamar selama kemasan belum dibuka. Setelah dibuka, susu UHT harus disimpan dalam lemari pendingin dan biasanya harus dikonsumsi dalam beberapa hari. Sementara susu pasteurisasi, harus selalu disimpan dalam lemari pendingin, baik sebelum maupun sesudah kemasan dibuka. Sensitif terhadap perubahan suhu, dan harus dijaga tetap dingin untuk mencegah pembusukan.

F. Penutup

Susu adalah salah satu sumber nutrisi penting yang kaya akan protein, kalsium, fosfor, dan berbagai vitamin esensial. Kandungan nutrisinya yang lengkap menjadikan susu sebagai komponen vital dalam diet harian, terutama bagi pertumbuhan dan perkembangan tulang serta gigi. Namun, sifat alami susu yang kaya nutrisi juga menjadikannya media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan kerusakan jika tidak ditangani dengan benar.

Pengawetan susu menjadi langkah krusial untuk menjaga kualitas, keamanan, dan umur simpan produk. Beberapa metode pengawetan, seperti pasteurisasi dan sterilisasi, dilakukan untuk membunuh mikroorganisme patogen tanpa mengorbankan nilai gizi susu. Selain itu, teknik seperti pendinginan, pengeringan, dan penambahan bahan pengawet juga digunakan untuk memperpanjang umur simpan susu, mencegah pemborosan, dan meningkatkan ketersediaan produk di pasar yang lebih luas.

Perbedaan utama antara susu UHT dan susu pasteurisasi terletak pada suhu dan durasi pemanasan yang digunakan dalam proses pengolahan. Susu UHT memiliki umur simpan yang lebih panjang dan dapat disimpan pada suhu kamar, sementara susu pasteurisasi membutuhkan penyimpanan dingin dan memiliki umur simpan yang lebih pendek. Meskipun proses UHT dapat mengubah rasa dan mengurangi beberapa nutrisi, kedua metode tersebut memiliki tujuan utama yang sama, yaitu menjaga kualitas susu dan melindungi konsumen dari risiko kesehatan.


REFERENSI

Chandan, R. C., Kilara, A., & Shah, N. P. (2015). Dairy Processing and Quality Assurance (2nd ed.). Wiley-Blackwell.

Fox, P. F., & McSweeney, P. L. H. (2017). Advanced Dairy Chemistry: Volume 1: Proteins (4th ed.). Springer.

Hutkins, R. W. (2018). Microbiology and Technology of Fermented Foods (2nd ed.). Wiley-Blackwell.

Lewis, M. J., & Deeth, H. C. (2009). Heat treatment of milk. International Journal of Dairy Technology, 62(1), 1-18.

National Dairy Council. (2023). Nutritional Benefits of Milk. Retrieved from https://www.nationaldairycouncil.org/

Tamime, A. Y., & Robinson, R. K. (2007). Yoghurt: Science and Technology (3rd ed.). Woodhead Publishing.

Tamime, A. Y. (2009). Dairy Powders and Concentrated Products. Wiley-Blackwell.

Walstra, P., Wouters, J. T. M., & Geurts, T. J. (2006). Dairy Science and Technology (2nd ed.). CRC Press.

Widodo, W. (2002). Bioteknologi fermentasi susu. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.