Evolusi Metode Optimasi Ekstraksi Bahan Alam: Dari Pendekatan Klasik hingga Algoritma Modern

  • 08:39 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Penulis Aisyah

Optimasi proses ekstraksi bahan alam kini telah menjadi jantung dari berbagai upaya pengembangan produk berbasis senyawa aktif alami, terutama di bidang kimia, biokimia, farmasi, kosmetik, hingga industri makanan dan minuman. Proses ini tidak lagi sekadar soal menarik zat aktif dari tanaman atau bahan alam lainnya, tetapi bagaimana cara mengekstraknya secara efisien, bersih, dan tetap mempertahankan kualitasnya. Tujuan utamanya tentu saja untuk mendapatkan hasil (rendemen) senyawa target sebanyak mungkin, tapi di sisi lain, proses optimasi juga membantu menghemat energi, mengurangi pemakaian bahan kimia dan pelarut, mempercepat waktu produksi, serta menjaga agar hasil akhir tetap konsisten dalam mutu dan efektivitasnya. Dengan kata lain, optimasi ekstraksi bukan hanya soal hasil, tapi juga soal cara kerja yang lebih cerdas dan berkelanjutan.

Namun, proses ekstraksi itu sendiri sangat bergantung pada banyak faktor. Suhu, lama waktu ekstraksi, jenis dan jumlah pelarut yang digunakan, ukuran partikel bahan, keasaman (pH), tekanan, bahkan metode ekstraksi yang dipilih semuanya bisa memengaruhi hasil akhir. Lebih rumitnya lagi, semua faktor ini tidak bekerja secara sendirian, tapi saling berinteraksi secara kompleks. Artinya, jika satu faktor berubah, bisa jadi efeknya juga terasa pada faktor lainnya. Inilah sebabnya pendekatan coba-coba atau trial-and-error sering kali tidak cukup. Diperlukan pendekatan ilmiah yang lebih sistematis dan cermat. Untuk itu, penelitian mulai diarahkan untuk menggunakan berbagai metode optimasi, mulai dari rancangan percobaan klasik yang bersifat statistik, hingga metode yang lebih modern seperti yang menggunakan kecerdasan buatan dan algoritma berbasis komputasi.

Artikel ini akan menelusuri perjalanan evolusi metode optimasi ekstraksi bahan alam dari pendekatan klasik yang sudah lama digunakan seperti Full Factorial Design, Metode Taguchi, dan Response Surface Methodology (RSM), hingga pendekatan mutakhir yang lebih adaptif seperti Genetic Algorithm (GA) dan Particle Swarm Optimization (PSO). Kita akan membahas bagaimana masing-masing metode bekerja, kelebihan serta keterbatasannya, dan bagaimana metode-metode ini bahkan bisa saling melengkapi satu sama lain. Tujuannya sederhana namun penting: membantu para peneliti dan industri mendapatkan hasil terbaik dari alam, dengan cara yang paling efisien, cerdas, dan berkelanjutan.

Pendekatan Klasik sebagai Fondasi Eksperimental dalam Optimasi

Salah satu metode paling awal dan mendasar yang digunakan dalam proses optimasi ekstraksi adalah Full Factorial Design (FFD). Metode ini menyusun eksperimen dengan sangat sistematis: setiap kombinasi dari semua faktor dan tingkat (level) yang diuji akan dicoba satu per satu. Hasilnya, kita mendapatkan gambaran yang sangat lengkap bukan hanya mengenai pengaruh masing-masing variabel, tapi juga bagaimana variabel-variabel tersebut saling memengaruhi satu sama lain (Anaya-Esparza et al., 2023). Ini sangat bermanfaat ketika kita masih dalam tahap awal memahami sistem ekstraksi tertentu, karena semua kemungkinan dibuka dan dianalisis (Antony, 2014). Tidak heran jika FFD dianggap sebagai pendekatan eksplorasi yang kuat, terutama untuk sistem sederhana atau penelitian skala laboratorium.

Namun, metode ini punya kelemahan utama: jumlah percobaannya bisa melonjak drastis seiring bertambahnya jumlah variabel dan level (Bergquist, 2015). Misalnya, jika kita punya empat faktor masing-masing dengan tiga level, FFD akan menghasilkan 81 kombinasi yang harus diuji jumlah yang bisa sangat membebani waktu, tenaga, dan biaya, apalagi jika eksperimen dilakukan dalam skala besar. Dalam praktiknya, untuk ekstraksi bahan alam yang biasanya melibatkan banyak variabel seperti suhu, waktu, pelarut, dan pH, FFD jarang digunakan secara penuh. Sebagai gantinya, peneliti sering memilih hanya sebagian kombinasi atau menggabungkannya dengan pendekatan lain untuk tetap mendapatkan hasil yang cukup representatif namun dengan jumlah eksperimen yang lebih rasional.

Sebagai solusi yang lebih praktis, muncullah metode Taguchi, yang dikenal karena efisiensinya dalam merancang eksperimen. Metode ini menggunakan orthogonal arrays, semacam tabel desain yang memungkinkan banyak kombinasi dicoba dengan jumlah eksperimen yang jauh lebih sedikit  (Chen et al., 2021). Kekuatan utama Taguchi terletak pada kemampuannya meminimalkan variasi hasil akibat gangguan dari luar sistem (yang disebut “noise”), seperti fluktuasi suhu ruangan, kelembapan, atau kualitas bahan baku. Karena itu, Taguchi sangat cocok diterapkan dalam skala industri, di mana kondisi produksi tidak selalu ideal. Dengan metode ini, kita bisa merancang proses ekstraksi yang tetap stabil meskipun ada sedikit perubahan dari luar.

Meski demikian, Taguchi bukan tanpa keterbatasan. Pendekatan ini kurang mampu mendeteksi interaksi kompleks antar variabel terutama jika hubungan antar faktor tidak linier atau sangat saling bergantung (Davis et al., 2018). Dalam kasus seperti ini, misalnya saat satu variabel hanya berpengaruh jika dua variabel lain berada pada kondisi tertentu, Taguchi bisa melewatkan pola penting tersebut. Karena itu, untuk sistem ekstraksi yang rumit, di mana banyak faktor saling terikat dalam cara yang tidak sederhana, metode ini sebaiknya digunakan dengan hati-hati atau dikombinasikan dengan pendekatan lain yang lebih adaptif.

Untuk mengatasi keterbatasan pada metode-metode sebelumnya, para peneliti kemudian mengembangkan pendekatan yang lebih fleksibel dan canggih, yakni Response Surface Methodology atau RSM. Metode ini dirancang untuk memodelkan hubungan yang lebih kompleks bukan hanya linier, tetapi juga kuadratik antara beberapa variabel proses dan hasil yang ingin dicapai (Brzezi?ska et al., 2023), misalnya kadar senyawa aktif seperti flavonoid atau rendemen total minyak atsiri. Dengan RSM, kita tidak hanya mengetahui variabel mana yang penting, tetapi juga bagaimana variabel-variabel itu saling berinteraksi dalam membentuk hasil akhir. Proses ini biasanya dilakukan dengan desain eksperimen yang terstruktur seperti Central Composite Design (CCD) atau Box-Behnken Design (BBD), yang memungkinkan kita membangun model matematika untuk menggambarkan “peta” permukaan respons semacam visualisasi yang menunjukkan di mana titik optimal berada (Cano-Lamadrid et al., 2023).

Kelebihan besar dari RSM adalah efisiensinya. Dibandingkan dengan FFD, jumlah eksperimen yang dibutuhkan jauh lebih sedikit, sehingga waktu dan biaya bisa ditekan tanpa mengorbankan ketelitian analisis. Bahkan, RSM dapat menggambarkan interaksi antar variabel secara lebih halus dan menyeluruh, membuatnya sangat cocok untuk sistem ekstraksi yang mulai menunjukkan kompleksitas namun belum terlalu rumit secara nonlinier. Itulah sebabnya metode ini banyak digunakan dalam berbagai penelitian modern, mulai dari ekstraksi senyawa fenolik dari kulit buah, isolasi alkaloid dari akar tanaman, hingga optimasi distilasi minyak atsiri dari daun nilam atau sereh wangi.

Namun begitu, RSM tetap bukan metode tanpa batas. Ketika hubungan antar variabel sudah terlalu rumit misalnya jika tidak bisa lagi digambarkan dengan kurva kuadratik atau terjadi nonlinearitas ekstrem, RSM mulai kehilangan akurasinya. Model yang dibangun bisa jadi kurang mencerminkan kenyataan, dan prediksi yang dihasilkan menjadi kurang tepat (Pilkington et al., 2014). Oleh karena itu, meskipun RSM sangat berguna sebagai jembatan antara metode klasik dan pendekatan modern, penggunaannya tetap harus mempertimbangkan kecocokan sistem yang sedang dikaji.

Transisi Menuju Pendekatan Modern: Algoritma dan Kecerdasan Komputasional

Seiring dengan makin kompleksnya sistem ekstraksi bahan alam, pendekatan-pendekatan klasik mulai menunjukkan keterbatasannya. Metode seperti RSM memang masih sangat berguna, tapi dalam beberapa kasus, terutama yang melibatkan banyak variabel dan hubungan nonlinier, dibutuhkan strategi yang lebih fleksibel dan adaptif. Inilah yang memicu berkembangnya metode optimasi modern berbasis algoritma evolusioner dan kecerdasan buatan. Pendekatan ini tidak hanya dapat menjelajah ruang solusi yang luas, tetapi juga mampu menyesuaikan diri terhadap karakteristik sistem yang dinamis dan tidak selalu bisa diprediksi secara matematis.

Salah satu pendekatan modern yang paling dikenal adalah Genetic Algorithm (GA). Metode ini mengambil inspirasi dari prinsip evolusi dalam biologi, di mana solusi-solusi potensial dianggap sebagai “individu” dalam suatu populasi. Masing-masing individu dievaluasi berdasarkan “kesehatannya” atau fitness function, yang mencerminkan seberapa baik solusi tersebut terhadap tujuan optimasi misalnya memaksimalkan hasil ekstraksi atau menjaga kestabilan senyawa bioaktif. Dengan proses seleksi alam, crossover (pertukaran gen), dan mutasi, GA membentuk generasi baru solusi yang semakin mendekati kondisi optimal. Pendekatan ini tidak memerlukan asumsi bentuk hubungan antar variabel, sehingga sangat cocok untuk sistem ekstraksi yang rumit, seperti kombinasi pelarut, suhu, dan waktu dalam mengekstrak minyak atsiri dari tanaman tropis.

GA juga dikenal mampu mengatasi sistem dengan banyak tujuan sekaligus, misalnya memaksimalkan rendemen sambil meminimalkan penggunaan pelarut atau mencegah kerusakan termal pada senyawa sensitif. Metode ini sudah diterapkan untuk mengekstraksi berbagai jenis senyawa dari tanaman, termasuk fenolik, alkaloid, hingga pigmen alami. Meski begitu, penggunaan GA menuntut kemampuan komputasi yang cukup tinggi, apalagi jika jumlah generasi dan ukuran populasinya besar. Selain itu, hasil akhirnya sangat bergantung pada bagaimana parameter-parameter seperti laju mutasi dan tingkat crossover ditetapkan di awal—mirip seperti menyiapkan eksperimen dengan banyak tombol kontrol yang harus disetel secara tepat.

Sebagai alternatif yang tidak kalah menarik, ada Particle Swarm Optimization (PSO), yang terinspirasi dari cara hewan-hewan seperti burung atau ikan bergerak dalam kawanan. Dalam metode ini, setiap “partikel” mewakili solusi, dan partikel-partikel itu saling berbagi informasi untuk bersama-sama mendekati solusi terbaik. Gerakan partikel dikendalikan oleh pengalaman terbaik individu dan posisi terbaik yang pernah dicapai oleh kawanan, menciptakan proses belajar kolektif yang sangat efisien. PSO relatif lebih mudah diatur dibanding GA, karena hanya sedikit parameter yang perlu diatur, dan kecepatan konvergensinya juga lebih tinggi.

PSO telah digunakan dalam banyak studi untuk mengoptimasi ekstraksi bahan alam, mulai dari metode ultrasound-assisted extraction (UAE), microwave-assisted extraction (MAE), hingga teknologi canggih seperti supercritical fluid extraction (SFE). Dalam sistem dengan banyak variabel dan tujuan, PSO menunjukkan keunggulan dalam menemukan hasil optimal tanpa terlalu banyak percobaan laboratorium. Namun, tantangan utamanya adalah risiko stagnasi, yaitu kondisi di mana semua partikel terlalu cepat “sepakat” pada satu titik yang ternyata bukan solusi terbaik secara global. Dalam kasus seperti ini, kombinasi atau hibridisasi PSO dengan algoritma lain bisa menjadi solusi yang menjanjikan.

Sinergi Antara Pendekatan Klasik dan Modern

Pendekatan klasik dan modern dalam optimasi ekstraksi bahan alam sesungguhnya bukanlah dua kutub yang harus dipertentangkan. Alih-alih menggantikan satu sama lain, keduanya dapat berperan saling melengkapi. Metode klasik seperti Response Surface Methodology (RSM) memberikan keunggulan dalam membangun model matematis yang mampu mengkuantifikasi hubungan antar variabel. Model ini sangat berguna untuk memberikan dasar teoritis, sekaligus visualisasi peta respons dalam bentuk grafik permukaan yang intuitif. RSM juga memungkinkan perencanaan eksperimen yang lebih efisien dibanding metode konvensional, sehingga banyak digunakan untuk menyusun kerangka awal eksplorasi sistem.

Namun, tidak semua sistem ekstraksi dapat dijelaskan secara sederhana melalui model kuadratik. Inilah celah yang diisi oleh pendekatan algoritmik seperti Genetic Algorithm (GA) dan Particle Swarm Optimization (PSO), yang mampu menangani sistem yang nonlinier, kompleks, bahkan yang tidak memiliki bentuk fungsi yang jelas (Gad, 2022). Keunggulan algoritma populasi terletak pada fleksibilitas dan kemampuan eksplorasi yang tinggi terhadap ruang solusi yang luas, tanpa perlu menetapkan bentuk model terlebih dahulu (Sevindik et al., 2025). Artinya, metode algoritmik bekerja berdasarkan performa aktual data, bukan pada asumsi teoretik semata2.

Dalam praktiknya, para peneliti kini semakin sering menggabungkan dua pendekatan ini dalam satu kerangka kerja yang disebut pendekatan hibrida atau hybrid optimization. Salah satu strategi umum adalah menggunakan RSM untuk merancang eksperimen awal dan menyaring wilayah pencarian yang relevan, kemudian dilanjutkan dengan GA atau PSO untuk melakukan eksplorasi lebih mendalam di dalam ruang tersebut3. Dengan cara ini, efisiensi waktu dan biaya dapat ditingkatkan, sekaligus menjaga akurasi dan keluasan pencarian solusi optimal. Kombinasi semacam ini sangat bermanfaat dalam sistem ekstraksi minyak atsiri atau senyawa polifenolik yang variabelnya saling memengaruhi secara kompleks.

Lebih jauh lagi, dunia optimasi kini bergerak ke arah multi-objective optimization sebuah pendekatan yang mempertimbangkan lebih dari satu tujuan secara bersamaan. Misalnya, dalam proses ekstraksi minyak nilam, peneliti tidak hanya ingin memaksimalkan rendemen minyak, tetapi juga menjaga kemurnian patchouly alcohol dan efisiensi energi. Dalam konteks ini, metode algoritmik memungkinkan penerapan analisis Pareto front, yang menyajikan serangkaian solusi optimal berdasarkan keseimbangan antara berbagai tujuan yang mungkin bertentangan satu sama lain (Fromer et al., 2024). Visualisasi Pareto ini membantu peneliti memahami trade-off dan membuat keputusan yang lebih bijak sesuai kebutuhan aplikasi di lapangan, baik untuk industri kosmetik, farmasi, maupun aromaterapi.

Dengan menggabungkan kekuatan teoritis dari pendekatan klasik dan fleksibilitas eksploratif dari metode modern, dunia penelitian ekstraksi bahan alam kini memasuki era baru yang lebih efisien, presisi, dan responsif terhadap tantangan sistem kompleks.

Arah Masa Depan dan Implikasi untuk Ilmu Pengetahuan

Perkembangan metode optimasi dalam ekstraksi bahan alam bukan sekadar soal menemukan teknik baru yang lebih “canggih”, tetapi mencerminkan pergeseran paradigma dalam dunia sains: dari kerja eksperimental yang padat waktu dan tenaga, menuju integrasi yang harmonis antara eksperimen, statistika, dan teknologi komputasi. Langkah ini bukan hanya mempercepat proses penelitian, tetapi juga meningkatkan presisi hasil dan memperluas jangkauan eksplorasi yang sebelumnya sulit dijangkau dengan cara konvensional.

Dalam konteks ekstraksi senyawa aktif dari tumbuhan, seperti minyak atsiri, polifenol, atau pigmen alami, tantangan masa kini dan masa depan tidak lagi sebatas mendapatkan rendemen tinggi. Fokus kini meluas mencakup aspek keberlanjutan bahan baku, keamanan produk terhadap kesehatan manusia, serta konsistensi kualitas dalam skala produksi besar. Ini berarti, optimasi tidak hanya harus “cerdas” secara sains, tetapi juga “etis” secara lingkungan dan sosial.

Salah satu konsekuensi dari adopsi algoritma modern seperti GA, PSO, atau metode hibrida lainnya adalah meningkatnya tuntutan akan literasi digital dan komputasional. Tidak bisa dipungkiri, kemampuan menggunakan perangkat lunak statistik dan bahasa pemrograman kini menjadi keterampilan esensial bagi para peneliti bahan alam. Di sinilah peran institusi pendidikan tinggi menjadi krusial, mereka perlu memperluas kurikulum dalam bidang statistika terapan, data science, dan optimasi berbasis algoritma agar generasi ilmuwan selanjutnya mampu menghadapi tantangan zaman.

Selain itu, industri pengolahan bahan alam seperti kosmetik, farmasi herbal, dan makanan fungsional juga perlu membekali SDM-nya dengan pemahaman tentang metode optimasi berbasis data. Pelatihan rutin dan kolaborasi antara akademisi dan industri menjadi kunci untuk menerapkan inovasi ini secara nyata di lapangan, bukan hanya berhenti di level laboratorium atau publikasi ilmiah.

Secara keseluruhan, perjalanan metode optimasi dari pendekatan klasik menuju pendekatan modern mencerminkan transformasi yang lebih luas dalam metodologi ilmiah—yakni dari dominasi eksperimen manual ke arah pemanfaatan teknologi digital, komputasi berbasis algoritma, dan bahkan kecerdasan buatan. Transformasi ini membawa dampak besar terhadap cara kita mengeksplorasi, mengevaluasi, dan memanfaatkan kekayaan hayati. Dalam konteks ekstraksi bahan alam, hal ini berkontribusi pada proses yang tidak hanya lebih cepat dan akurat, tetapi juga lebih hemat energi, lebih ramah lingkungan, dan lebih siap menjawab kebutuhan pasar global yang semakin menuntut kualitas dan keberlanjutan.

Klik di sini untuk selengkapnya

Referensi

Anaya-Esparza, L. M., Aurora-Vigo, E. F., Villagrán, Z., Rodríguez-Lafitte, E., Ruvalcaba-Gómez, J. M., Solano-Cornejo, M. Á., Zamora-Gasga, V. M., Montalvo-González, E., Gómez-Rodríguez, H., Aceves-Aldrete, C. E., & González-Silva, N. (2023). Design of Experiments for Optimizing Ultrasound-Assisted Extraction of Bioactive Compounds from Plant-Based Sources. Molecules 2023, Vol. 28, Page 7752, 28(23), 7752. https://doi.org/10.3390/MOLECULES28237752

Antony, J. (2014). Full Factorial Designs. In Design of Experiments for Engineers and Scientists (pp. 63–85). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-099417-8.00006-7

Bergquist, B. (2015). Some ideas on why factorial designs are seldom used for full-scale experiments in continuous production processes. Total Quality Management and Business Excellence, 26(11–12), 1242–1254. https://doi.org/10.1080/14783363.2014.929230

Brzezi?ska, R., Górska, A., Wirkowska-Wojdy?a, M., & Piasecka, I. (2023). Response Surface Methodology as a Tool for Optimization of Extraction Process of Bioactive Compounds from Spent Coffee Grounds. Applied Sciences 2023, Vol. 13, Page 7634, 13(13), 7634. https://doi.org/10.3390/APP13137634

Cano-Lamadrid, M., Martínez-Zamora, L., Mozafari, L., Bueso, M. C., Kessler, M., & Artés-Hernández, F. (2023). Response Surface Methodology to Optimize the Extraction of Carotenoids from Horticultural By-Products—A Systematic Review. Foods, 12(24), 4456. https://doi.org/10.3390/FOODS12244456/S1

Chen, H. J., Lin, H. C., & Tang, C. W. (2021). Application of the Taguchi Method for Optimizing the Process Parameters of Producing Controlled Low-Strength Materials by Using Dimension Stone Sludge and Lightweight Aggregates. Sustainability 2021, Vol. 13, Page 5576, 13(10), 5576. https://doi.org/10.3390/SU13105576

Davis, R., John, P., Davis, R., & John, P. (2018). Application of Taguchi-Based Design of Experiments for Industrial Chemical Processes. In Statistical Approaches With Emphasis on Design of Experiments Applied to Chemical Processes. IntechOpen. https://doi.org/10.5772/INTECHOPEN.69501

Fromer, J. C., Graff, D. E., & Coley, C. W. (2024). Pareto optimization to accelerate multi-objective virtual screening. Digital Discovery, 3(3), 467–481. https://doi.org/10.1039/D3DD00227F

Gad, A. G. (2022). Particle Swarm Optimization Algorithm and Its Applications: A Systematic Review. Archives of Computational Methods in Engineering 2022 29:5, 29(5), 2531–2561. https://doi.org/10.1007/S11831-021-09694-4

Pilkington, J. L., Preston, C., & Gomes, R. L. (2014). Comparison of response surface methodology (RSM) and artificial neural networks (ANN) towards efficient extraction of artemisinin from Artemisia annua. Industrial Crops and Products, 58, 15–24. https://doi.org/10.1016/J.INDCROP.2014.03.016

Sevindik, M., Bal, C., Krupodorova, T., Gürgen, A., & Eraslan, E. C. (2025). Extract optimization and biological activities of Otidea onotica using Artificial Neural Network-Genetic Algorithm and response surface methodology techniques. BMC Biotechnology, 25(1), 1–12. https://doi.org/10.1186/S12896-025-00960-Y/FIGURES/3