Makanan halal tidak hanya menjadi bagian dari ajaran agama Islam, tetapi juga memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan dan perilaku manusia. Dalam perspektif ilmu kimia, komposisi zat dalam makanan yang halal memainkan peran penting dalam metabolisme tubuh, keseimbangan hormon, dan kesehatan otak. Artikel ini mengkaji bagaimana makanan halal yang dikonsumsi berdampak pada kesehatan fisik serta mempengaruhi keseimbangan neurokimia yang berkontribusi terhadap akhlak yang baik. Beberapa aspek yang dianalisis meliputi peran zat gizi dalam stabilitas emosi, dampak makanan haram terhadap sistem saraf, serta hubungan antara pola makan sehat dengan pengendalian diri.
1. Pendahuluan
Dalam Islam, makanan halal didefinisikan sebagai makanan yang diizinkan untuk dikonsumsi menurut syariat (Armanios and Ergene, 2018). Selain dari aspek kehalalannya, makanan juga harus baik (tayyib), yaitu sehat dan bermanfaat bagi tubuh (Riaz and Chaudry, 2018). Prinsip ini sejalan dengan kajian ilmiah yang menunjukkan bahwa makanan yang sehat berperan besar dalam menjaga keseimbangan tubuh dan emosi seseorang (Gagné, 2008).
Dari perspektif ilmu kimia, setiap makanan mengandung zat-zat tertentu yang memengaruhi metabolisme tubuh, produksi hormon, dan fungsi sistem saraf pusat (Gómez-Pinilla, 2008). Zat-zat yang masuk ke dalam tubuh dapat memengaruhi suasana hati, kemampuan berpikir, serta pengendalian emosi, yang semuanya berkontribusi terhadap pembentukan akhlak seseorang (Tangney, Stuewig and Mashek, 2007; Narvaez, 2014). Artikel ini membahas bagaimana makanan halal yang dikonsumsi dapat mendukung kesehatan fisik dan mental, serta membantu membentuk akhlak yang lebih baik melalui proses biokimia dalam tubuh.
2. Pengaruh Makanan Halal terhadap Kesehatan Fisik
dalam Perspektif Kimia
2.1. Makanan Halal dan Keseimbangan Metabolisme
Makanan halal yang bersih dan sehat mengandung zat gizi yang esensial bagi metabolisme tubuh. Zat gizi tersebut berperan dalam regenerasi sel, produksi energi, dan perlindungan tubuh (Elgharbawy and Azmi, 2022). Berikut ini adalah uraian peran masing-masing zat gizi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral dalam menunjang kesehatan tubuh dan kestabilan emosi, serta bagaimana semuanya saling melengkapi dalam menjaga fungsi tubuh secara optimal:
- Protein: Protein dalam makanan halal, seperti daging halal, ikan, telur, dan kacang-kacangan, memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan dan perbaikan berbagai jaringan tubuh, termasuk otak dan sistem saraf yang sangat vital untuk fungsi tubuh secara keseluruhan. Protein terdiri dari asam amino, yang merupakan komponen dasar bagi pembentukan sel dan jaringan tubuh. Asam amino ini tidak hanya berfungsi dalam pembentukan otot, kulit, dan organ lainnya, tetapi juga memiliki peran krusial dalam menjaga dan memperbaiki jaringan otak dan saraf. Sistem saraf, yang melibatkan otak dan sumsum tulang belakang, sangat bergantung pada protein untuk dapat berfungsi dengan baik, karena beberapa neurotransmitter yang bertanggung jawab atas komunikasi antar sel saraf, seperti serotonin dan dopamin, terbentuk dari asam amino yang diperoleh melalui konsumsi protein. Serotonin, yang dikenal sebagai neurotransmitter yang mengatur suasana hati, kualitas tidur, dan kesejahteraan emosional, disintesis dari triptofan, asam amino yang dapat ditemukan dalam makanan halal seperti daging, ikan, dan kacang-kacangan. Jika tubuh kekurangan protein atau triptofan, sintesis serotonin bisa terganggu, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kestabilan emosional, suasana hati, dan kesehatan mental secara keseluruhan. Dopamin adalah neurotransmitter lain yang berperan dalam mengatur motivasi, perhatian, kebahagiaan, serta pengendalian impuls. Produksi dopamin juga bergantung pada asam amino yang diperoleh dari protein dalam makanan. Kekurangan protein dapat menghambat produksi dopamin, yang bisa menyebabkan gangguan dalam pengendalian emosi dan motivasi. Selain itu, protein juga sangat berperan dalam memperbaiki dan memperkuat sel-sel saraf serta memperkuat koneksi antar neuron, yang penting untuk meningkatkan fungsi kognitif dan memori otak. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan halal yang kaya akan protein, seperti daging yang disembelih sesuai syariat Islam, ikan yang kaya omega-3, telur, dan kacang-kacangan, tidak hanya bermanfaat bagi pembentukan dan pemeliharaan jaringan tubuh, tetapi juga untuk mendukung kesehatan otak, sistem saraf, serta kestabilan emosional dan mental. Protein dalam makanan halal membantu menjaga keseimbangan neurotransmitter yang mengatur mood, meningkatkan fokus dan perhatian, serta meningkatkan kualitas tidur, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Sebagai hasilnya, mengonsumsi makanan halal yang kaya protein secara teratur dapat memperkuat fungsi otak, mendukung kestabilan emosi, dan memastikan bahwa tubuh dan pikiran kita tetap sehat dan optimal dalam berfungsi (Heidari et al., 2023). Pemilihan makanan halal ini bukan hanya soal hukum syariat, tetapi juga erat kaitannya dengan kualitas hidup manusia. Allah Azza Wa Jalla berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168, "Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi...", menandakan bahwa konsumsi makanan yang halal dan bergizi adalah perintah langsung dari Allah, demi kebaikan jasmani dan rohani manusia. Hal ini ditegaskan pula dalam Surah Al-Mu’minun ayat 51, "Wahai para rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan...", yang menunjukkan bahwa makanan yang halal dan thayyib (baik) berperan sebagai landasan bagi munculnya amal saleh. Hadits dari HR. Muslim juga menegaskan bahwa "Sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima kecuali yang baik", mengindikasikan bahwa kebaikan makanan menjadi syarat diterimanya amal ibadah dan terjaganya jiwa. Oleh karena itu, mengonsumsi protein dari sumber yang halal dan bergizi tidak hanya menunjang aspek biologis dan kimiawi tubuh, tetapi juga menjaga kejernihan batin dan akhlak yang mulia.
- Karbohidrat: Karbohidrat berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh, terutama bagi otak dan sistem saraf pusat yang sangat bergantung pada glukosa untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Setelah dikonsumsi, karbohidrat dipecah menjadi glukosa melalui proses pencernaan, kemudian diserap ke dalam aliran darah dan didistribusikan ke sel-sel tubuh. Glukosa ini kemudian dimetabolisme melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat (siklus Krebs), dan rantai transpor elektron di mitokondria, menghasilkan adenosin trifosfat (ATP), molekul energi yang digunakan oleh tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas seluler seperti kontraksi otot, kerja enzim, pembentukan hormon, hingga fungsi otak. Otak manusia, meskipun hanya sekitar 2% dari berat badan, mengonsumsi sekitar 20% dari total energi tubuh dalam bentuk glukosa, menunjukkan betapa pentingnya karbohidrat dalam mendukung fungsi kognitif, daya konsentrasi, daya ingat, dan kestabilan emosi. Ketika tubuh kekurangan karbohidrat, ia akan mulai menggunakan cadangan energi lain seperti lemak atau protein melalui proses glukoneogenesis. Namun, penggunaan energi dari sumber non-karbohidrat ini kurang efisien dan dapat menghasilkan produk samping seperti keton, yang jika berlebihan dapat menyebabkan gangguan metabolisme, kelelahan, dan ketidakseimbangan emosi. Selain itu, glukosa juga berperan penting dalam homeostasis hormonal. Misalnya, kadar glukosa darah yang stabil membantu mengatur keseimbangan hormon insulin dan kortisol (hormon stres). Kestabilan energi ini menjaga tubuh tetap bertenaga sepanjang hari, tidak mudah lemas, serta dapat merespon stres dan tekanan emosional dengan lebih baik. Maka dari itu, konsumsi karbohidrat dalam jumlah cukup dan dari sumber yang tepat sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh, kesehatan mental, dan performa fisik maupun intelektual seseorang secara optimal. Karbohidrat yang berasal dari sumber halal memberikan energi yang stabil dan tidak menyebabkan lonjakan gula darah yang ekstrem, sehingga menjaga kestabilan emosi (Ludwig, 2002; Gangwisch et al., 2015; Salari-Moghaddam et al., 2019; Heidari et al., 2023).
- Vitamin dan mineral: Makanan halal bukan sekadar persoalan hukum syariat, tetapi juga mengandung nilai-nilai ilmiah yang mendalam, terutama dalam menjaga kesehatan tubuh dan kestabilan emosi. Salah satu keutamaan makanan halal seperti buah-buahan, sayuran, dan daging yang disembelih sesuai syariat adalah kandungan vitamin dan mineralnya yang tinggi, yang berperan sebagai antioksidan alami untuk melindungi tubuh dari kerusakan sel akibat radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul tidak stabil yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh maupun paparan eksternal seperti polusi, stres, makanan olahan, dan sinar UV. Jika tidak dinetralisir, radikal bebas dapat merusak DNA, membran sel, dan protein tubuh, yang pada akhirnya memicu penuaan dini, peradangan kronis, bahkan penyakit degeneratif seperti kanker dan penyakit jantung. Di sinilah peran penting vitamin dan mineral sebagai benteng pertahanan tubuh. Vitamin C dan E, misalnya, yang banyak terdapat dalam buah-buahan halal seperti jeruk, jambu, dan alpukat, mampu melindungi sel tubuh dari stres oksidatif. Vitamin C bekerja di area berair dalam tubuh, sedangkan vitamin E melindungi membran sel yang larut dalam lemak. Beta-karoten, yang ditemukan pada sayuran berwarna cerah seperti wortel dan labu, merupakan prekursor vitamin A yang turut berperan sebagai antioksidan kuat serta mendukung sistem imun dan kesehatan mata. Daging halal yang disembelih sesuai syariat Islam memiliki manfaat ilmiah tersendiri. Proses penyembelihan yang baik dan penuh ketenangan meminimalkan stres pada hewan, sehingga kadar hormon stres dan asam laktat dalam daging cenderung lebih rendah. Ini berpengaruh pada mutu biokimia daging, menjadikannya lebih sehat dan tidak mudah teroksidasi. Daging halal kaya akan selenium dan zinc, mineral penting dalam sistem imun dan proses antioksidatif tubuh. Selenium, misalnya, menjadi kofaktor bagi enzim glutation peroksidase, yang sangat efektif dalam menetralisir radikal bebas. Mineral lainnya seperti magnesium, kalsium, dan mangan juga berperan besar dalam menjaga keseimbangan sistem saraf, mendukung metabolisme energi, dan mengelola stres oksidatif. Semuanya bisa ditemukan dalam bahan makanan halal seperti kacang-kacangan, sayuran hijau, dan biji-bijian. Konsumsi makanan ini tidak hanya mendukung kesehatan jasmani, tetapi juga kestabilan mood, ketenangan pikiran, dan kekuatan mental. Dalam perspektif Islam, konsumsi makanan halal dan thayyib (baik secara gizi dan kebersihannya) adalah bentuk ketaatan sekaligus ikhtiar untuk meraih keberkahan hidup. Dengan asupan vitamin dan mineral dari makanan halal, tubuh tidak hanya terlindungi dari penyakit, tetapi juga memperoleh kekuatan untuk berakhlak baik, berpikir jernih, dan menjaga hubungan spiritual yang kuat dengan Allah Subhanah Wa Ta’ala Ta’ala (Aalipour and Mahdavi, 2014; Liu et al., 2016; Riaz and Chaudry, 2018; Heidari et al., 2023)
2.2. Zat Berbahaya dalam Makanan Haram dan Dampaknya
pada Tubuh
Beberapa makanan yang diharamkan dalam Islam diketahui secara ilmiah memiliki efek negatif pada kesehatan tubuh (Niri, 2021). Misalnya:
- Daging babi mengandung lemak jenuh tinggi dan sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung serta gangguan metabolisme metabolisme (DiNicolantonio, Lucan and O’Keefe, 2016; Koopmans et al., 2011).
- Alkohol mengganggu sistem saraf pusat dan menyebabkan gangguan fungsi otak
serta pengambilan keputusan yang buruk.
- Makanan yang mengandung zat adiktif seperti narkotika dan minuman beralkohol dapat
merusak sistem neurotransmitter dan menyebabkan ketidakseimbangan hormon
dopamin dan serotonin, yang memengaruhi suasana hati dan perilaku.
Dengan menghindari makanan haram, tubuh dapat
terhindar dari zat-zat berbahaya yang merusak kesehatan dan stabilitas mental.
3. Hubungan Makanan Halal dengan Akhlak dalam
Perspektif Neurokimia
3.1. Peran Neurotransmitter dalam Pembentukan Akhlak
Neurotransmitter adalah senyawa kimia dalam otak yang mengatur suasana hati, emosi, dan perilaku seseorang (Casebeer, 2003). Beberapa neurotransmitter utama yang dipengaruhi oleh makanan meliputi:
- Dopamin: Berperan dalam motivasi dan kebahagiaan. Makanan halal kaya akan protein berkualitas seperti ikan dan daging membantu sintesis dopamin yang menjaga fokus dan semangat (Sayin, 2019; Heidari et al., 2023).
- Serotonin: Dikenal sebagai “hormon kebahagiaan,” serotonin berperan dalam mengatur emosi dan mengurangi agresi. Makanan halal seperti pisang, kurma, dan gandum mengandung prekursor serotonin yang mendukung suasana hati positif (Niri, 2021; Yousef, 2021).
- GABA (Gamma-Aminobutyric Acid): Berfungsi untuk menenangkan otak dan mengurangi stres. Makanan halal yang kaya magnesium seperti kacang-kacangan dan sayuran hijau mendukung produksi GABA yang membantu seseorang tetap tenang dan berpikir jernih (Heidari et al., 2023; Zhang et al., 2024).
Konsumsi makanan halal yang kaya nutrisi membantu menyeimbangkan neurotransmitter, yang berdampak pada kestabilan emosi dan pengendalian diri dalam bertindak, sehingga berkontribusi pada akhlak yang baik.
3.2. Dampak Makanan Haram terhadap Fungsi Otak dan Emosi
Sebaliknya, makanan haram seperti alkohol, daging yang tidak disembelih secara syariat, serta makanan yang mengandung zat berbahaya dapat mengganggu keseimbangan kimia otak (Farid and Basri, 2020; Heidari et al., 2023). Contohnya:
- Alkohol dan narkotika menekan aktivitas korteks prefrontal, bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan dan pengendalian diri (Jannah et al., 2024).
- Zat aditif berlebihan dalam makanan olahan dapat menyebabkan gangguan pada sistem dopamin, yang berkaitan dengan kecanduan dan perilaku impulsif (Schulte et al., 2015).
- Daging yang tidak disembelih sesuai syariat dapat mengandung hormon stres tinggi, yang ketika dikonsumsi dapat memengaruhi keseimbangan hormon manusia dan meningkatkan kecemasan serta ketidakstabilan emosi (Bouzraa et al., 2023).
Dengan menghindari makanan haram, seseorang dapat menjaga keseimbangan biokimia tubuh dan meningkatkan kualitas akhlaknya.
4. Kesimpulan
Makanan halal tidak hanya menjadi kewajiban dalam ajaran Islam, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan fisik dan akhlak seseorang. Dari perspektif ilmu kimia, makanan halal yang kaya akan nutrisi membantu menjaga keseimbangan metabolisme tubuh, meningkatkan produksi neurotransmitter yang berperan dalam kestabilan emosi, serta mengurangi risiko gangguan mental dan fisik akibat zat berbahaya dalam makanan haram. Oleh karena itu, mengonsumsi makanan halal bukan hanya sekadar kepatuhan terhadap syariat, tetapi juga langkah nyata dalam menjaga kesehatan dan membentuk akhlak yang lebih baik.
5. Daftar Pustaka
Al-Qur’anul Karim
Aalipour, F. and Mahdavi, F. (2014) ‘Halal
(slawful) and Tayyib (clean) are the highest standards of food hygiene in the
Quran’, Islam and Health Journal, 1(2), pp. 41–50.
Armanios, F. and Ergene, B. A. (2018) Halal
food: A history. Oxford University Press.
Bouzraa, S. et al. (2023) ‘Influence of the
Slaughter Method on the Hygienic Quality of Beef Cattle Meat and Animal Welfare
Biomarkers’, Animals, 13(6), pp. 1–11. doi: 10.3390/ani13061014.
Casebeer, W. D. (2003) ‘Moral cognition and
its neural constituents’, Nature Reviews Neuroscience, 4(10), pp. 840–846.
DiNicolantonio, J. J., Lucan, S. C. and
O’Keefe, J. H. (2016) ‘The evidence for saturated fat and for sugar related to
coronary heart disease’, Progress in cardiovascular diseases, 58(5), pp.
464–472.
Elgharbawy, A. and Azmi, N. A. N. (2022) ‘Food
as medicine: How eating halal and tayyib contributes to a balanced lifestyle’,
Halalsphere, 2(1), pp. 86–97.
Farid, M. and Basri, H. (2020) ‘The Effects of
Haram Food on Human Emotional and Spiritual Intelligence Levels’, Indonesian
Journal of Halal Research, 2(1), pp. 21–26. doi: 10.15575/ijhar.v2i1.7711.
Gagné, S. (2008) Food energetics: The
spiritual, emotional, and nutritional power of what we eat. Simon and Schuster.
Gangwisch, J. E. et al. (2015) ‘High glycemic
index diet as a risk factor for depression: analyses from the Women’s Health
Initiative’, The American journal of clinical nutrition, 102(2), p. 454.
Gómez-Pinilla, F. (2008) ‘Brain foods: the
effects of nutrients on brain function’, Nature reviews neuroscience, 9(7), pp.
568–578.
Heidari, M. et al. (2023) ‘Influence of Food
Type on Human Psychological–Behavioral Responses and Crime Reduction’,
Nutrients, 15(17). doi: 10.3390/nu15173715.
Jannah, N. et al. (2024) ‘ALCOHOL IN FOOD
ACCORDING TO SCIENTIFIC AND ISLAMIC PERSPECTIVE’, 33(5), pp. 172–178.
Koopmans, S. J. et al. (2011) ‘Dietary
saturated fat/cholesterol, but not unsaturated fat or starch, induces
C-reactive protein associated early atherosclerosis and ectopic fat deposition
in diabetic pigs’, Cardiovascular diabetology, 10, pp. 1–12.
Liu, X. et al. (2016) ‘Fruit and vegetable
consumption and the risk of depression: a meta-analysis’, Nutrition, 32(3), pp.
296–302.
Ludwig, D. S. (2002) ‘The glycemic index:
physiological mechanisms relating to obesity, diabetes, and cardiovascular
disease’, Jama, 287(18), pp. 2414–2423.
Narvaez, D. (2014) Neurobiology and the
development of human morality: Evolution, culture, and wisdom (Norton Series on
Interpersonal Neurobiology). WW Norton & Company.
Niri, S. A. M. H. (2021) ‘Food health in the
view of Islam’, Journal of Nutrition and Food Security, 6(3).
Riaz, M. N. and Chaudry, M. M. (2018) ‘Halal
food laws and regulations’, in Handbook of Halal food production. CRC Press,
pp. 7–16.
Salari-Moghaddam, A. et al. (2019) ‘Glycemic
index, glycemic load, and depression: a systematic review and meta-analysis’,
European journal of clinical nutrition, 73(3), pp. 356–365.
Sayin, H. Ü. (2019) ‘Getting High on
Dopamine?: Neuroscientific Aspects of Pleasure’, SexuS Journal, 5185(June), pp.
883–906.
Schulte, E. M. et al. (2015) ‘Current
considerations regarding food addiction’, Current psychiatry reports, pp. 1–8.
Tangney, J. P., Stuewig, J. and Mashek, D. J.
(2007) ‘Moral emotions and moral behavior’, Annu. Rev. Psychol., 58(1), pp.
345–372.
Yousef, I. (2021) ‘Serotonin-Happiness and
Satisfaction’, Biomedical Journal of Scientific & Technical Research,
33(3), pp. 25870–25871. doi: 10.26717/bjstr.2021.33.005410.
Zhang, Q. et al. (2024) ‘Insights and progress on the biosynthesis, metabolism, and physiological functions of gamma-aminobutyric acid (GABA): a review’, PeerJ, 12(12), pp. 1–34. doi: 10.7717/peerj.18712.
Ditulis oleh Amalyah Febryanti, S.Si., M.Si.
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>
<!--[if supportFields]>