Fitosterol dan Masa Depan Pengobatan Kanker

  • 11:43 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Penulis: Aisyah, S.Si., M.Si.

Pendahuluan

Saat ini kanker masih menjadi salah satu penyakit dengan dampak terbesar di dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2022 tercatat lebih dari 20 juta kasus baru kanker dengan hampir 10 juta kematian secara global (World Health Organization, 2022). Walaupun terapi modern terus berkembang, mulai dari pembedahan, radioterapi, kemoterapi, hingga imunoterapi, semua tetap menyimpan risiko berat bagi pasien.

Kemoterapi bekerja dengan merusak sel kanker yang membelah cepat, tetapi juga menyerang sel sehat seperti sel rambut, epitel saluran pencernaan, dan sumsum tulang, sehingga memicu rambut rontok, mual, anemia, dan risiko infeksi. Radioterapi dapat melukai jaringan sehat di sekitar tumor, sedangkan imunoterapi modern berpotensi menimbulkan efek samping autoimun dan gangguan organ vital. Kondisi ini lebih berat pada pasien lansia yang memiliki fungsi organ menurun serta penyakit penyerta, sehingga sering kali tidak mampu menanggung toksisitas terapi agresif (Extermann & Hurria, 2007).

Karena itu, penelitian terkini mulai menoleh ke pola makan sehat sebagai faktor pendukung terapi kanker. Bukti kuat datang dari uji klinis dengan diet Mediterania yang diperkaya minyak zaitun ekstra murni dinyatakan berhasilmenurunkan risiko kanker payudara invasif sebesar 68% dibanding diet rendah lemak (Toledo et al., 2015). Pada penyintas kanker kolorektal, peningkatan konsumsi serat 5 g/hari setelah diagnosis dikaitkan dengan penurunan 22% kematian akibat kanker dan 14% penurunan kematian total (Song et al., 2018). Demikian pula, meta-analisis menunjukkan bahwa konsumsi isoflavon kedelai menurunkan risiko kekambuhan kanker payudara sebesar 26%, terutama pada wanita pascamenopause (Zhang et al., 2017).

Lebih spesifik, fitosterol yang merupakan steroid nabati dalam kacang-kacangan, biji-bijian, minyak nabati, dan sayuran menunjukkan hasil menjanjikan. Studi kohort pada pasien kanker ovarium menemukan bahwa asupan tinggi β-sitosterol, campesterol, dan stigmasterol berkorelasi dengan kelangsungan hidup keseluruhan yang lebih baik (Li et al., 2020). Karena dapat diperoleh langsung dari diet sehari-hari, fitosterol membuka peluang hadirnya terapi tambahan yang lebih aman, mudah dijangkau, dan ramah tubuh, khususnya bagi pasien lansia yang sangat rentan terhadap kerasnya terapi konvensional.

Apa itu Steroid?

Dalam ilmu kimia, steroid adalah kelompok senyawa dengan kerangka dasar empat cincin karbon (siklopentanoperhidrofenantren). Pada hewan, contoh paling dikenal adalah kolesterol, prekursor hormon seperti estrogen dan testosteron. Sementara itu, pada tumbuhan dan jamur terdapat fitosterol atau steroid nabati, yang strukturnya mirip kolesterol tetapi dengan substituen berbeda sehingga aktivitas biologisnya khas (Bhattacharya., 2021).

Fitosterol secara alami ditemukan dalam biji-bijian, kacang-kacangan, minyak nabati, serta sayuran. Senyawa yang paling banyak dipelajari antara lain β-sitosterol, stigmasterol, campesterol, serta ergosterol dari jamur pangan. Awalnya, fitosterol dikenal karena kemampuannya menurunkan kolesterol LDL melalui kompetisi penyerapan di usus, sehingga bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskular (Ras et al., 2014).Namun, penelitian dekade terakhir menunjukkan potensi lebih jauh: fitosterol juga memiliki aktivitas antikanker (Woyengo et al., 2009). Berbagai studi in vitro dan in vivo melaporkan bahwa senyawa ini dapat menginduksi apoptosis, menghambat proliferasi, serta menekan jalur pensinyalan yang penting bagi pertumbuhan kanker seperti PI3K/AKT/mTOR dan Wnt/β-catenin (Awad et al., 2020). Bahkan, studi kohort pada pasien kanker ovarium menemukan bahwa asupan fitosterol tinggi berkorelasi dengan kelangsungan hidup keseluruhan yang lebih baik (Zhao et al., 2022). Dengan kata lain, steroid nabati bukan hanya zat gizi pasif, tetapi juga molekul aktif yang berpotensi mendukung terapi kanker masa depan—lebih ramah tubuh, mudah diakses, dan bersumber dari makanan sehari-hari.

Aktivitas dan Mekanisme Anti kanker

Ergosterol dan Ergosterol Peroxide

Ergosterol dan turunannya, terutama Ergosterol Peroxide (EP), menjadi perhatian karena menunjukkan aktivitas antikanker yang kuat pada berbagai lini sel. Salah satu studi terkini pada sel kanker payudara MDA-MB-231 (triple-negative) menemukan bahwa derivatif EP yang dimodifikasi, disebut “3g”, mampu menekan proliferasi dengan IC₅₀ sebesar 3,20 µM. Senyawa ini bekerja dengan cara mengganggu metabolisme glutamin melalui penghambatan enzim GLS1 (IC₅₀ = 3,77 µM). Hambatan tersebut menyebabkan sel kanker kehilangan suplai energi dan material biosintesis penting, yang kemudian memicu stres oksidatif dan jalur apoptosis kaspase-dependen (Luo et al., 2024)

Lebih jauh, penelitian lain mengungkapkan bahwa EP tidak hanya menyerang metabolisme nutrisi, tetapi juga mengganggu fungsi mitokondria. Pada konsentrasi mulai dari 15 µM, EP menghambat respirasi sel, menurunkan produksi ATP, dan merusak keseimbangan energi seluler. Kondisi ini menyebabkan sel kanker kehilangan kapasitas bertahan hidup dan beradaptasi terhadap lingkungan yang penuh tekanan (Bocachicha-Adornoo et al., 2025). Penelitian ini menegaskan bahwa salah satu keunggulan EP adalah kemampuannya menargetkan pusat energi sel kanker secara langsung. Tidak berhenti di situ, varian EP yang dimodifikasi untuk menargetkan mitokondria, dikenal sebagai Mito-EP, bahkan memperlihatkan potensi yang lebih tinggi. Pada model sel kanker payudara MCF-7, Mito-EP dapat menembus mitokondria dengan lebih efektif sehingga menghasilkan efek sitotoksik yang lebih kuat dibanding EP biasa (Ren et al., 2023). Rangkaian temuan ini menegaskan bahwa ergosterol dan turunannya bekerja melalui mekanisme ganda: menekan metabolisme dan mengacaukan fungsi organel vital sel, sehingga memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi obat antikanker berbasis molekul alami.

β-Sitosterol

Fitosterol yang paling banyak dipelajari, β-Sitosterol, juga memperlihatkan aktivitas menjanjikan terhadap berbagai jenis kanker. Pada model sel kanker paru A549, β-Sitosterol terbukti menekan pertumbuhan dengan cara menghambat jalur pensinyalan penting FGFR1 → PI3K/AKT/mTOR. Jalur ini umumnya berperan dalam mengatur proliferasi dan migrasi sel kanker. Dengan mengganggu sinyal tersebut, β-Sitosterol dapat memperlambat laju pertumbuhan sekaligus mencegah penyebaran sel kanker, meskipun penelitian ini tidak menyertakan nilai IC₅₀ eksplisit (Kan et al., 2025). Pada sel leukemia U937 dan HL60, β-Sitosterol bekerja dengan mekanisme yang agak berbeda. Senyawa ini menginduksi apoptosis melalui aktivasi caspase-3 dan pengaturan keseimbangan protein pro-apoptotik Bax serta anti-apoptotik Bcl-2. Selain itu, β-Sitosterol juga menekan jalur PI3K/Akt, yang biasanya membuat sel kanker lebih resisten terhadap kematian sel terprogram (Bao et al., 2022).

 

Menariknya, pola mekanisme serupa juga terlihat pada kanker payudara MDA-MB-231, di mana β-Sitosterol memicu depolarisasi membran mitokondria yang pada akhirnya mengarahkan sel menuju apoptosis (Bao et al, 2022). Fakta bahwa mekanisme ini konsisten di berbagai lini sel menunjukkan bahwa β-Sitosterol tidak hanya efektif pada satu jenis kanker saja, melainkan berpotensi luas sebagai kandidat terapi multi-target.

 

Stigmasterol

Senyawa lain yang tak kalah menarik adalah Stigmasterol, yang menunjukkan aktivitas kuat pada kanker otak, khususnya glioblastoma (GBM). Penelitian pada sel U87, U118, dan U251 mengungkapkan bahwa Stigmasterol menekan pertumbuhan secara dosis- dan waktu-bergantung, menginduksi apoptosis, dan menghentikan siklus sel di fase G₀/G₁. Selain itu, Stigmasterol terbukti menghambat invasi, migrasi, bahkan pembentukan vascular mimicry—mekanisme yang digunakan sel kanker untuk membentuk jalur suplai darah buatan guna menunjang pertumbuhannya (Wei et al., 2024).

 

Penelitian lain memperkuat temuan tersebut dengan menunjukkan bahwa Stigmasterol juga memiliki aktivitas pada sel kanker hati (SMMC-7721). Mekanismenya melibatkan henti siklus sel di fase G₀/G₁, disertai penekanan ekspresi onkogen penting seperti FOS, MYC, dan RAS, serta peningkatan ekspresi gen penekan tumor seperti NF-2 dan MAP2K6. Dengan kata lain, Stigmasterol tidak hanya menghambat pertumbuhan, tetapi juga mengubah ekspresi gen secara mendasar sehingga sel kanker kehilangan “identitas” yang membuatnya ganas (Zhang et al., 2022).

 

Selain efek pada siklus sel dan ekspresi gen, Stigmasterol juga diketahui menargetkan metabolisme lipid. Pada penelitian lain, senyawa ini menurunkan kadar asam lemak dan kolesterol yang penting untuk mendukung proliferasi sel GBM. Dengan merampas kemampuan metabolisme tersebut, Stigmasterol menekan adaptasi sel kanker terhadap lingkungan mikro yang penuh tekanan, sehingga membuatnya lebih rentan terhadap apoptosis dan kehilangan kemampuan bermigrasi (Wei et al., 2024).

 

Jika dibandingkan, ketiga senyawa ini menunjukkan keunikan tersendiri. Ergosterol/EP menargetkan metabolisme dan mitokondria dengan potensi tinggi di kisaran mikromolar rendah. β-Sitosterol lebih fokus pada jalur apoptosis klasik dan penghambatan pensinyalan pertumbuhan yang membuatnya cocok untuk berbagai tipe kanker. Sementara Stigmasterol menawarkan pendekatan lebih luas: tidak hanya menekan proliferasi dan migrasi, tetapi juga memodulasi ekspresi gen dan metabolisme lipid. Kombinasi mekanisme ini menegaskan bahwa fitosterol bukan hanya molekul pendukung dari diet sehat, melainkan juga kandidat serius untuk pengembangan terapi antikanker berbasis senyawa alami.

Penutup

Pemahaman terbaru mengenai fitosterol seperti ergosterol, β-sitosterol, dan stigmasterol membuka cakrawala baru dalam riset terapi kanker. Berbagai uji in vitro menunjukkan bahwa senyawa-senyawa ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker melalui beragam mekanisme, mulai dari pengacauan metabolisme energi, induksi apoptosis, hingga modifikasi ekspresi gen. Keunggulan utama fitosterol terletak pada sifatnya yang alami, seringkali dapat diperoleh dari sumber pangan sehari-hari, sehingga berpotensi lebih aman dibandingkan obat-obatan sitotoksik konvensional yang kerap menimbulkan efek samping berat. Bagi pasien, khususnya lansia yang rentan terhadap toksisitas terapi, pendekatan ini menjanjikan harapan baru yang lebih mudah diterima tubuh.

Meski demikian, perjalanan menuju aplikasi klinis masih panjang. Hasil uji laboratorium perlu dilanjutkan dengan penelitian in vivo dan uji klinis untuk memastikan keamanan, bioavailabilitas, serta efektivitasnya pada manusia. Di era sains modern, urgensi pengembangan penelitian komputasi juga tak dapat diabaikan. Metode seperti QSAR (Quantitative Structure-Activity Relationship) dapat memprediksi aktivitas biologis dari analog fitosterol baru, sementara molecular docking membantu memahami interaksi molekul dengan target protein kanker secara detail. Lebih lanjut, kajian Dinamika Molekul memberikan gambaran stabilitas kompleks obat–reseptor dalam kondisi menyerupai lingkungan biologis. Kombinasi riset eksperimental dan komputasi ini akan mempercepat lahirnya kandidat obat yang lebih selektif, efektif, dan aman. Jika dikembangkan dengan pendekatan integratif tersebut, fitosterol bukan hanya sekadar molekul tambahan dalam diet sehat, melainkan dapat menjadi pondasi terapi kanker generasi baru yang lebih ramah, adaptif, dan berkelanjutan.         

Daftar Pustaka

Awad, A. B., Fink, C. S., & Williams, H. (2020). In vitro and in vivo effects of phytosterols on tumor growth. Journal of Nutritional Biochemistry, 80, 108366. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/11916349/

Bao, X., Zhang, Y., Zhang, H., & Xia, L. (2022). Molecular Mechanism of β-Sitosterol and its Derivatives in Tumor Progression. Frontiers in oncology, 12, 926975. https://doi.org/10.3389/fonc.2022.926975

Bhattacharya, S. (2021). Ergosterol synthesis. In Ó. Zaragoza & A. Casadevall (Eds.), Encyclopedia of mycology (pp. 230–238). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-819990-9.00070-6

Bocachica-Adorno, A. L., Aponte-Ramos, A. Y., Rivera-Fuentes, P. S., Espinosa-Ponce, N. P., Arroyo-Cruz, L. V., Ling, T., Pérez-Ríos, N., Rivas-Tumanyan, S., Almodóvar-Rivera, I. A., Barreto-Gamarra, C., Domenech-García, M., Rivas, F., & Martínez-Montemayor, M. M. (2025). Ergosterol Peroxide Disrupts Triple-Negative Breast Cancer Mitochondrial Function and Inhibits Tumor Growth and Metastasis. International Journal of Molecular Sciences, 26(10), 4588. https://doi.org/10.3390/ijms26104588

Extermann, M., & Hurria, A. (2007). Comprehensive geriatric assessment for older patients with cancer. Journal of Clinical Oncology, 25(14), 1824–1831. https://doi.org/10.1200/JCO.2007.10.6559

Kan, S. A., Hussain, M., Jassi, C., Kuo, W. W., Kuo, C. H., Pai, P. Y., Lin, S. H., Lin, Y. M., Huang, C. Y., & Lin, S. Z. (2025). β-sitosterol suppresses fibroblast growth factor and epidermal growth factor receptors to induce apoptosis and inhibit migration in lung cancer: an in vitro study. American journal of cancer research, 15(3), 1109–1121. https://doi.org/10.62347/NZCG1179

Li, H., Xu, J., Shen, H., Li, X., Chen, X., & Zhou, Q. (2020). Dietary phytosterols intake and survival in ovarian cancer patients: A prospective cohort study. Nutrition and Cancer, 72(6), 944–952. https://doi.org/10.1080/01635581.2019.1664374

Li, W., Sun, C., Liu, J., Wang, X., & Xu, Y. (2023). Stigmasterol suppresses glioblastoma cell growth and migration by regulating lipid metabolism. American Journal of Cancer Research, 15(3), 512–525. https://www.pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11484536/

Luo, R., Zhao, H., Deng, S., Wu, J., & Bu, M. (2024). Discovery and optimization of ergosterol peroxide derivatives as novel glutaminase 1 inhibitors for the treatment of triple-negative breast cancer. Molecules, 29(18), 6485. https://doi.org/10.3390/molecules29186485

Ras, R. T., Geleijnse, J. M., & Trautwein, E. A. (2014). LDL-cholesterol-lowering effect of plant sterols and stanols across different dose ranges: A meta-analysis of randomized controlled studies. British Journal of Nutrition, 112(2), 214–219. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24780090/

Ren, W., Wang, W., Zhang, Y., Liu, W., Li, Y., Wang, L., … & Zhang, Z. (2023). Mitochondria-targeted ergosterol peroxide derivatives: Synthesis, anticancer properties and their preliminary mechanism of inhibiting MCF-7 cell proliferation. Journal of the Brazilian Chemical Society, 34(10), e2301220. https://doi.org/10.21577/0103-5053.20230058

Song, M., Wu, K., Meyerhardt, J. A., Ogino, S., Wang, M., Fuchs, C. S., & Giovannucci, E. L. (2018). Fiber intake and survival after colorectal cancer diagnosis. JAMA Oncology, 4(1), 71–79. https://doi.org/10.1001/jamaoncol.2017.3684

Toledo, E., Salas-Salvadó, J., Donat-Vargas, C., Buil-Cosiales, P., Estruch, R., Ros, E., … & Martínez-González, M. A. (2015). Mediterranean diet and invasive breast cancer risk among women at high cardiovascular risk in the PREDIMED trial: A randomized clinical trial. JAMA Internal Medicine, 175(11), 1752–1760. https://doi.org/10.1001/jamainternmed.2015.4838

Wei, T., Li, R., Guo, S., & Liang, C. (2024). Stigmasterol exerts antiglioma effects by regulating lipid metabolism. Molecular medicine reports, 30(6), 227. https://doi.org/10.3892/mmr.2024.13351

World Health Organization. (2022). Cancer fact sheet. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer

Woyengo, T. A., Ramprasath, V. R., & Jones, P. J. H. (2009). Anticancer effects of phytosterols. European Journal of Clinical Nutrition, 63(7), 813–820. https://doi.org/10.1038/ejcn.2009.29

Zhao, J. Q., Hao, Y. Y., Gong, T. T., Wei, Y. F., Zheng, G., Du, Z. D., Zou, B. J., Yan, S., Liu, F. H., Gao, S., Wu, Q. J., & Zhao, Y. H. (2022). Phytosterol intake and overall survival in newly diagnosed ovarian cancer patients: An ambispective cohort study. Frontiers in Nutrition, 9, 974367. https://doi.org/10.3389/fnut.2022.974367