Tape Ketan: Manisnya Tradisi di Antara Perdebatan Halal dan Haram

  • 10:43 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Tape ketan, sebagai hidangan klasik Indonesia, telah lama menjadi bagian dari budaya kuliner Nusantara dan memiliki makna yang dalam bagi masyarakat. Terbuat dari beras ketan yang difermentasi menggunakan ragi, tape ketan menawarkan perpaduan rasa manis dan sedikit asam, serta tekstur lembut yang khas. Namun, seiring berjalannya waktu dan meningkatnya perhatian pada konsumsi halal, muncul pertanyaan mengenai status hukumnya: apakah tape ketan aman dan halal untuk dikonsumsi? Mari kita melihat berbagai sudut pandang.

1.      Tape Ketan: Warisan Budaya yang Kaya

Tape ketan, atau tape beras ketan, adalah salah satu makanan tradisional yang memiliki nilai budaya yang mendalam di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Makanan ini dihasilkan melalui proses fermentasi beras ketan yang telah dimasak, yang memberikan cita rasa manis dan tekstur yang lembut. Tape ketan bukan hanya sekadar makanan; ia merupakan simbol warisan budaya yang kaya, mencerminkan praktik dan tradisi masyarakat lokal.

Tape ketan diyakini telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya teknik pertanian dan pengolahan padi. Dalam konteks masyarakat Indonesia, tape ketan sering dijadikan sebagai hidangan dalam berbagai upacara adat dan perayaan, seperti pernikahan, khitanan, dan festival panen. Di daerah tertentu, tape ketan juga digunakan sebagai sajian dalam acara spiritual dan ritual keagamaan.

Pembuatan tape ketan melibatkan beberapa tahapan yang spesifik dan memiliki makna tersendiri. Pertama, beras ketan dicuci dan direndam sebelum dimasak. Setelah matang, beras ketan tersebut didinginkan dan dicampur dengan ragi, yang berfungsi sebagai agen fermentasi. Proses fermentasi ini berlangsung selama beberapa hari, di mana ragi mengubah karbohidrat dalam beras ketan menjadi alkohol dan asam, menghasilkan rasa manis yang khas. Proses ini menunjukkan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Tape ketan bukan hanya makanan, tetapi juga memiliki fungsi sosial dan budaya. Dalam banyak komunitas, tape ketan disajikan sebagai simbol persatuan dan keharmonisan, di mana keluarga dan teman berkumpul untuk menikmati makanan ini bersama. Selain itu, tape ketan sering kali menjadi bagian dari tradisi dan ritual yang mengikat komunitas, menciptakan rasa identitas dan solidaritas.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tape ketan menghadapi tantangan, terutama terkait dengan perdebatan mengenai status halal dan haram akibat kandungan alkohol yang dihasilkan selama proses fermentasi. Ini menjadi isu penting dalam konteks makanan yang sesuai dengan syariat Islam, terutama di negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia.

2.      Proses Fermentasi Tape Ketan: Ilmu di Balik Tradisi

Fermentasi adalah proses biokimia yang melibatkan mikroorganisme, terutama ragi dan bakteri, yang mengubah senyawa organik menjadi produk yang lebih sederhana, sering kali menghasilkan energi, gas, atau alkohol. Dalam konteks tape ketan, fermentasi berperan penting dalam menciptakan rasa, aroma, dan tekstur yang khas dari makanan ini. Proses fermentasi tape ketan meliputi (1) Persiapan bahan, dimana proses fermentasi tape ketan dimulai dengan pemilihan bahan yang tepat. Beras ketan, yang memiliki kandungan pati tinggi dan sedikit serat, adalah bahan utama. Pemilihan ragi juga sangat penting; umumnya, ragi yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae, meskipun beberapa resep tradisional mungkin menggunakan campuran ragi alami dari lingkungan; (2) Pengolahan awal, dimana beras ketan dicuci dan direndam dalam air selama beberapa jam untuk menghilangkan kotoran dan meningkatkan kelembapan. Setelah direndam, beras ketan dikukus hingga matang. Proses pengukusan ini tidak hanya memasak beras, tetapi juga membantu menghancurkan sel-sel pati, yang akan memudahkan akses ragi saat fermentasi; (3) Pendinginan dan penambahan ragi, dimana setelah matang, beras ketan harus didinginkan hingga mencapai suhu yang aman untuk penambahan ragi. Suhu yang terlalu tinggi dapat membunuh ragi dan menghambat proses fermentasi. Ketika beras ketan telah cukup dingin, ragi dicampurkan secara merata. Penambahan ragi ini adalah langkah kunci, karena mikroorganisme akan mulai mengkonsumsi gula yang terdapat dalam pati beras; (4) Proses fermentasi, dimana setelah ragi ditambahkan, adonan tape ketan ditempatkan dalam wadah tertutup yang bersih dan disimpan pada suhu ruangan. Selama proses fermentasi yang biasanya berlangsung antara 2 hingga 5 hari, ragi akan mulai bekerja. Ragi (Saccharomyces cerevisiae) mengubah gula (glukosa dan fruktosa) yang dihasilkan dari hidrolisis pati menjadi alkohol (etanol) dan karbon dioksida melalui proses fermentasi alkohol.


(5) Pembentukan asam, dimana selama fermentasi, beberapa bakteri asam laktat juga dapat berperan, menghasilkan asam laktat yang memberikan rasa asam dan meningkatkan kompleksitas rasa tape ketan. Kadar alkohol yang dihasilkan, bersama dengan asam laktat, memberikan tape ketan karakteristik uniknya, yaitu manis, asam, dan sedikit beralkohol; (6) Pematangan, dimana setelah periode fermentasi yang diinginkan, tape ketan siap untuk dipanen. Pada titik ini, kadar alkohol biasanya bervariasi tergantung pada lama fermentasi dan kondisi lingkungan. Tape ketan yang sudah jadi dapat dinikmati segar atau dapat disimpan untuk waktu tertentu, di mana rasa dan aroma akan semakin berkembang; (7) Analisis kualitas, dimana kualitas tape ketan dapat dinilai berdasarkan rasa, aroma, tekstur, dan kadar alkohol. Konsistensi, tingkat kemanisan, dan keasaman juga merupakan faktor penting yang menentukan kesuksesan fermentasi. Teknik analisis kimia dapat digunakan untuk menentukan kadar alkohol dan pH, memberikan wawasan lebih dalam tentang sifat organoleptik tape.

3. Perspektif Ulama tentang Tape Ketan

Pandangan para ulama mengenai tape ketan, khususnya terkait status halal atau haramnya, didasarkan pada perpaduan antara kajian fiqih (hukum Islam), ilmu pangan, dan tradisi budaya. Tape ketan, yang merupakan hasil fermentasi dari beras ketan dengan ragi, menghasilkan sejumlah kecil alkohol selama proses fermentasi. Hal inilah yang menimbulkan berbagai pandangan di kalangan ulama terkait kehalalannya. Berikut adalah penjelasan mendetail dan logis mengenai pandangan ulama terkait tape ketan.

a)    Larangan alkohol (khamr) dalam islam

Dasar perdebatan ini terletak pada larangan umum terhadap alkohol (*khamr*) dalam ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an, alkohol dilarang karena bisa memengaruhi akal dan menyebabkan perilaku yang tidak terpuji. Ayat Al-Qur’an yang sering dikutip adalah dalam Surat Al-Baqarah (2:219):

"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.”

Berdasarkan ayat ini, setiap zat yang mengandung sifat memabukkan, terutama alkohol, umumnya dianggap haram untuk dikonsumsi. Namun, interpretasi larangan ini dalam konteks makanan fermentasi seperti tape ketan berbeda-beda, tergantung pada jumlah alkohol yang dihasilkan dan dampaknya terhadap orang yang mengonsumsinya.

b)   Pandangan ulama tentang fermentasi dan alkohol yang tidak memabukkan

Pandangan ulama tentang fermentasi terbagi menjadi dua pendapat. Pendapat pertama adalah pendapat minoritas yang melarang total. Beberapa ulama mengadopsi pandangan ketat dalam hukum Islam, dengan menyatakan bahwa makanan atau minuman yang mengandung alkohol dalam bentuk apa pun, terlepas dari jumlahnya, dianggap haram. Pandangan ini berakar pada kekhawatiran bahwa mengonsumsi sedikit alkohol dapat menyebabkan peningkatan konsumsi lebih lanjut, yang melanggar semangat hukum Islam. Menurut pandangan ini: (1) Tape ketan dianggap haram karena menghasilkan alkohol, meskipun hanya dalam jumlah kecil selama fermentasi. (2) Alkohol dianggap najis sehingga setiap makanan yang mengandung alkohol juga dianggap tidak suci. Interpretasi ketat ini sering dipegang oleh ulama yang menekankan penghindaran total terhadap segala sesuatu yang memiliki sifat memabukkan.

Pendapat yang kedua adalah pendapat mayoritas yang menganggap adanya peran intoksikasi. Mayoritas ulama, bagaimanapun, membedakan antara alkohol yang memabukkan dan alkohol yang terdapat dalam jumlah kecil pada makanan seperti tape ketan yang tidak menyebabkan mabuk. Mereka mengacu pada hadits Rasulullah yang berbunyi:

"Apa pun yang memabukkan dalam jumlah besar, maka dalam jumlah kecilnya juga haram" (Sunan Abu Dawood, 3681).

Menurut interpretasi ini, (1) kehadiran alkohol saja tidak otomatis menjadikan suatu makanan haram kecuali jika alkohol tersebut memiliki potensi untuk memabukkan. Dalam kasus tape ketan, kadar alkohol biasanya sangat rendah (di bawah 1-2%) dan tidak cukup untuk menyebabkan mabuk, terutama jika dikonsumsi dalam porsi normal. (2) Banyak ulama memperbolehkan konsumsi makanan yang difermentasi seperti ini, selama tidak menyebabkan mabuk dan tujuannya bukan untuk mencari efek memabukkan. (3) Pendapat ini sering didukung oleh ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi'i, yang memberikan kelonggaran dalam konsumsi produk fermentasi seperti cuka atau kecap, yang mungkin mengandung sedikit alkohol.

c)    Perbedaan antara khamr dan makanan fermentasi

Ulama Islam juga membuat perbedaan penting antara khamr (anggur atau kurma yang difermentasi hingga menjadi minuman memabukkan) dan makanan fermentasi yang mengandung alkohol sebagai produk sampingan. Khamr secara eksplisit dilarang dalam Al-Qur’an, tetapi makanan fermentasi seperti tape ketan termasuk dalam kategori yang berbeda karena:

(1) Alkohol tidak diproduksi untuk tujuan memabukkan, tetapi sebagai hasil sampingan dari proses alami. (2) Kandungan alkoholnya tidak cukup tinggi untuk mengganggu akal atau perilaku.

Mazhab Syafi'i, misalnya, mengizinkan makanan yang menghasilkan alkohol akibat fermentasi alami, selama tidak menyebabkan mabuk dan tidak dikonsumsi dengan tujuan untuk mabuk.

d)   Pandangan ilmiah modern: keamanan pangan dan kandungan alkohol

Dari sudut pandang ilmiah, fermentasi pada tape ketan melibatkan konversi gula yang terkandung dalam beras ketan menjadi alkohol dan produk sampingan lainnya, seperti asam laktat. Kandungan alkohol biasanya tetap rendah (umumnya di bawah 1-2%), jauh lebih rendah dibandingkan minuman beralkohol.

i)      Kadar yang tidak memabukkan: penelitian menunjukkan bahwa kadar alkohol dalam makanan seperti tape ketan sangat kecil dan tidak cukup untuk menyebabkan mabuk jika dikonsumsi dalam jumlah biasa. Tape ketan lebih dinikmati karena cita rasa manis dan sedikit asamnya, dan alkohol dalam tape sebagian besar menguap atau diuraikan oleh bakteri selama proses penyimpanan (Rafika et al., 2021).

ii)     Implikasi Kesehatan: beberapa ulama modern berpendapat bahwa selama kandungan alkoholnya minimal dan produk tersebut tidak memabukkan atau berbahaya, maka makanan tersebut boleh dikonsumsi.

e)    Konsensus dan praktikalitas dalam kehidupan modern

Di zaman sekarang, banyak produk yang melalui proses fermentasi, seperti roti, kecap, dan produk susu tertentu. Mayoritas ulama mengakui bahwa mengizinkan makanan fermentasi dengan kandungan alkohol yang sangat kecil adalah lebih praktis, asalkan tidak berisiko menyebabkan mabuk. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang menekankan kemudahan dan menghindari kesulitan yang tidak perlu bagi umat Muslim.

Dalam kasus tape ketan, konsensus dari mayoritas ulama kontemporer adalah bahwa tape ketan diperbolehkan (halal), selama dikonsumsi dengan bijaksana, dalam jumlah wajar, dan tanpa niat untuk mabuk. Pandangan ulama Islam tentang tape ketan dan status halal atau haramnya tergantung pada interpretasi alkohol dalam makanan fermentasi. Meskipun ada sebagian ulama yang melarangnya secara ketat, mayoritas ulama mengadopsi pandangan yang lebih fleksibel, memperbolehkan konsumsinya selama kandungan alkoholnya minimal dan tidak memabukkan. Hal ini mencerminkan pemahaman yang lebih mendalam tentang fiqih Islam, yang menyeimbangkan prinsip-prinsip agama dengan realitas praktis dalam pengolahan dan konsumsi makanan di kehidupan modern.


4.             Alternatif dan inovasi tape ketan

Seiring dengan perkembangan teknologi pangan dan peningkatan permintaan akan produk-produk inovatif, alternatif dan inovasi tape ketan telah menjadi fokus bagi banyak penelitian dan pengembangan produk. Pengembangan ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan warisan kuliner, tetapi juga untuk meningkatkan nilai gizi, menambah variasi rasa, serta menjawab tantangan kehalalan dan keamanan pangan. Berikut adalah narasi detail dan ilmiah tentang beberapa alternatif dan inovasi tape ketan yang sedang dikembangkan.

a)    Peningkatan kandungan nutrisi melalui modifikasi fermentasi

Proses fermentasi pada tape ketan dilakukan oleh berbagai mikroorganisme, terutama ragi (Saccharomyces cerevisiae), yang mengubah karbohidrat dalam ketan menjadi alkohol dan asam organik. Namun, salah satu tantangan tape ketan konvensional adalah kandungan gizinya yang cenderung terbatas, yaitu hanya karbohidrat dari beras ketan. Oleh karena itu, penelitian mulai mengembangkan alternatif tape ketan dengan peningkatan kandungan nutrisi, salah satunya melalui penambahan bahan pangan yang kaya nutrisi.

Penambahan Probiotik: Probiotik, mikroorganisme yang bermanfaat bagi kesehatan pencernaan, telah ditambahkan dalam proses fermentasi tape ketan. Dengan penambahan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus sp., tape ketan tidak hanya menghasilkan rasa yang lebih lembut dan segar, tetapi juga memiliki manfaat kesehatan tambahan, seperti meningkatkan keseimbangan mikroflora usus dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Pengayaan dengan Bahan Kaya Serat atau Vitamin: Alternatif lain adalah menambahkan bahan yang kaya serat atau vitamin selama proses fermentasi. Misalnya, penambahan bahan-bahan seperti kacang-kacangan, buah-buahan kering, atau biji-bijian (chia seed, flaxseed) dapat meningkatkan kandungan serat, antioksidan, dan vitamin dalam tape ketan, membuatnya lebih sehat dan beragam.

b)   Pengembangan varian rasa dan tekstur

Salah satu inovasi yang paling menarik dari tape ketan adalah pengembangan varian rasa dan tekstur yang lebih modern untuk memenuhi selera konsumen yang semakin bervariasi.

i)      Rasa baru dan kombinasi inovatif: Selain rasa tradisional yang didominasi manis dan asam, varian tape ketan dengan rasa-rasa baru seperti cokelat, matcha, kopi, atau rempah-rempah lokal mulai dikembangkan untuk menarik pasar anak muda dan konsumen global. Penambahan bahan-bahan seperti cokelat bubuk, ekstrak matcha, atau kopi ke dalam tape ketan tidak hanya menambah cita rasa yang unik, tetapi juga memberi nilai tambah dari sisi nutrisi, seperti kandungan antioksidan dari cokelat atau teh hijau.

ii)     Tekstur yang lebih beragam: Inovasi lain yang dikembangkan adalah pada aspek tekstur. Dengan memodifikasi proses fermentasi dan penggunaan bahan baku, tape ketan bisa dibuat dengan tekstur yang lebih lembut, kenyal, atau bahkan lebih krispi, tergantung pada preferensi konsumen. Penggunaan teknik fermentasi terkontrol atau bahan tambahan tertentu memungkinkan tape ketan memiliki tekstur yang berbeda, dari yang tradisional hingga yang lebih kontemporer, seperti tape ketan yang diolah menjadi dessert modern.

c)    Produk olahan dari tape ketan: diversifikasi produk

Tape ketan tidak hanya bisa dinikmati secara langsung, tetapi juga bisa menjadi bahan dasar untuk berbagai produk olahan yang lebih modern dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

i)      Tape Ketan sebagai bahan dasar makanan ringan dan camilan: Tape ketan bisa diolah menjadi berbagai produk camilan inovatif, seperti tape ketan yang dijadikan isian pada kue, roti, atau produk pastry. Misalnya, cake tape ketan atau brownies tape ketan menjadi pilihan populer karena perpaduan rasa manis tape dengan tekstur kue yang lembut menghasilkan sensasi baru yang disukai banyak orang.

j)      Penggunaan Tape Ketan dalam Produk Minuman: Tape ketan juga bisa diolah menjadi minuman fermentasi, seperti smoothies atau yogurt tape, yang memiliki cita rasa unik dan segar. Proses fermentasi pada tape ketan menghasilkan kandungan probiotik yang dapat meningkatkan kesehatan pencernaan, menjadikannya sebagai bahan dasar yang cocok untuk produk minuman sehat.

d)   Alternatif tape ketan bebas alkohol dan kehalalan

Sebagai salah satu perhatian utama bagi konsumen Muslim, keberadaan alkohol yang dihasilkan dari fermentasi tape ketan menjadi isu sensitif. Inovasi dalam bidang teknologi fermentasi bertujuan untuk menciptakan tape ketan yang bebas alkohol atau memiliki kadar alkohol yang lebih rendah.

i)        Penggunaan mikroba non-alkoholik: Beberapa penelitian telah berfokus pada penggunaan mikroba fermentasi yang tidak menghasilkan alkohol, seperti strain khusus dari Lactobacillus yang hanya menghasilkan asam laktat tanpa memproduksi etanol. Ini memungkinkan terciptanya tape ketan dengan rasa yang mirip dengan tape tradisional namun bebas alkohol, sehingga lebih diterima oleh konsumen yang sangat memperhatikan status kehalalan produk.

ii)      Proses fermentasi terkontrol: Alternatif lain adalah mengontrol proses fermentasi dengan menghentikan fermentasi sebelum kadar alkohol meningkat. Ini dilakukan dengan mengendalikan suhu, waktu fermentasi, dan jenis ragi yang digunakan, sehingga tape ketan tetap memiliki cita rasa fermentasi yang diinginkan, tetapi tanpa menghasilkan alkohol dalam jumlah signifikan.

f)     Inovasi dalam pengemasan dan teknologi pangan

Teknologi pengemasan modern juga telah mempengaruhi inovasi pada tape ketan, terutama dalam hal pengawetan dan keamanan pangan. Dengan teknik pengemasan kedap udara, penggunaan bahan pengawet alami, atau teknologi modified atmosphere packaging (MAP), tape ketan dapat memiliki umur simpan yang lebih lama tanpa kehilangan rasa dan teksturnya. Inovasi dalam pengemasan ramah lingkungan juga mulai diperkenalkan. Tape ketan yang biasanya dibungkus dengan daun pisang kini bisa dikemas dengan bahan kemasan biodegradable atau eco-friendly, yang sesuai dengan tren keberlanjutan dan ramah lingkungan.


KESIMPULAN

Status halal atau haramnya tape ketan bergantung pada interpretasi hukum Islam dan pandangan ulama mengenai kandungan alkohol dalam makanan fermentasi. Sebagian ulama yang berpegang pada kehati-hatian menganggap setiap makanan yang mengandung alkohol, meskipun sedikit, sebagai haram, mengikuti hadis yang melarang sesuatu yang memabukkan dalam jumlah banyak maupun sedikit. Namun, mayoritas ulama memperbolehkan tape ketan karena kandungan alkoholnya sangat rendah dan tidak memabukkan, serta tujuan fermentasi bukan untuk membuat minuman memabukkan (khamr), melainkan untuk memberikan rasa manis dan asam yang khas.

Pandangan yang lebih moderat mengakui bahwa tape ketan dapat dikonsumsi dengan syarat tidak memberikan efek memabukkan, sesuai dengan prinsip bahwa hanya zat yang dapat mempengaruhi akal yang dianggap haram. Oleh karena itu, dalam konteks konsumsi tape ketan, banyak ulama menyatakan bahwa produk ini halal selama dikonsumsi dalam jumlah yang wajar dan tidak menimbulkan efek yang melanggar prinsip syariah.

Pemerintah Indonesia, melalui UU JPH dan BPJPH, telah menetapkan regulasi yang ketat mengenai sertifikasi halal untuk tape ketan. Dengan adanya panduan dari MUI mengenai kadar alkohol yang diperbolehkan dalam makanan fermentasi, tape ketan dapat dinyatakan halal selama kandungan alkoholnya tidak mencapai batas yang memabukkan dan diproses sesuai dengan syariat Islam. Produsen yang ingin memastikan tape ketan mereka halal harus mengikuti proses sertifikasi yang diawasi oleh BPJPH dan MUI.

 

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, W. A., Darmawati, D., & Wulandari, S. W. (2015). Kajian Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza Sativa Glutinosa) Sebagai Pengembangan Lembar Kerja Siswa Pada Konsep Bioteknologi Konvensional Kelas XII SMA (Doctoral dissertation, Riau University).

Audia, W. P. (2017). Pengaruh Perbedaan Metode Pengeringan pada Karakteristik Sensori dan Kimiawi Tape Ketan Hitam Instan. EDUFORTECH2(1), 59-67.

Elfa, N., & Rasyidah, R. Pengujian efektivitas alat destilasi fraksinasi dalam produksi alkohol dari air tape lokal sebagai bahan dasar pembuatan hand sanitizer. Quantum: Jurnal Inovasi Pendidikan Sains12(1), 91-105.

Febrianti, F., Abdurahman, M., & Surahman, M. Tinjauan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal Terhadap Makanan yang Dibuat Dari Ketan. Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN2460, 2159.

Indonesia, M. U. (2003). Standardisasi Fatwa Halal. Majelis Ulama Indonesia, Jakarta.

MZ, R. D. R., Mufrodi, Z., & Arqam, M. L. (2021, July). Analysis (halal and haram) alcohol on black sticky rice and cassava tapai using chemical and fiqh studies. In International Conference on Islam and Global Civilization.

Nisaa, M. D. C. (2021). Implementasi Fatwa MUI No. 4 Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal terhadap Pembuatan Produk Olahan Brem di Madiun (Studi Kasus di Industri Rumah Tangga Brem Suling Istimewa) (Doctoral dissertation, IAIN Ponorogo).

Nur, A. (2014). Analisis Masalah Tentang Hukum Konsumsi Tape Ketan Menurut Fatwa MUI NO. 4 Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal (Doctoral dissertation, STAIN Ponorogo).

Rofiqoh, I., Suaidah, H. L., Kinanti, A. R., & MAS, A. M. (2022). Analisis kualitas tape ketan dengan berbagai alternatif bahan pembungkus.

Sari, M., & Fajar, N. (2018). Analisa Kualitatif Dan Kuantitatif Kandungan Alkohol Pada Tapai Ketan Di Kota Batusangkar. Journal of Sainstek10(2), 33-36.

Sari, W. J., & Asben, A. (2023). Characteristics of Vinegar from Black Sticky Rice Tapai with Different Cooking Methods. AJARCDE (Asian Journal of Applied Research for Community Development and Empowerment), 176-182.

Wardani, N. K., Susanti, R. S. R., Iswari, R. S., & Rusminingsih, A. (2022). Pengaruh Lama Perendaman dan Jenis Pembungkus terhadap Kadar Etanol Tape Ketan. Life Science11(1), 30-38.

Wicaksono, A., & Warli, D. (2022). Etnomatematika Dalam Proses Pembuatan Tapai Ketan Hitam. Aksioma11(1), 102-107.


Ditulis oleh Amalyah Febryanti