MENGENAL KARMIN PEWARNA ALAMI DARI SERANGGA, HALALKAH?

  • 08:46 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Pernahkah kita berpikir, dari mana warna merah dalam makanan atau kosmetik berasal? Mungkin, kita akan terkejut kalau mengetahui warna itu berasal dari serangga.

Penggunaan zat warna alami lebih banyak bersumber dari tanaman karena lebih mudah didapatkan. Sedangkan zat warna sintetis adalah zat warna tiruan dari bahan alaminya yang dibuat melalui perlakuan pemberian kimiawi dan lain sebagainya yang dapat bersifat racun. Selain bersumber dari tanaman,zat warna alami dapat diperoleh dari hewan yang digunakan sebagai pewarna untuk makanan salah satunya adalah karmin yang berasal dari serangga Cochineal.

Kontroversi Penggunaan Karmin

Pimpinan Wilayah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur yang mengeluarkan sejumlah keputusan, dilansir dari detik.Jatim yang melakukan wawancara pada 27 September 2023 lalu.

Keputusan yang dikeluarkan tersebut menyatakan bahwa penggunaan karmin sebagai bahan makanan atau minuman itu sifatnya haram dalam hukum Islam. Ketua LBM sendiri mengeluarkan keputusannya sejak 29 Agustus 2023 dan dengan tegas bahwa produk apapun yang mengandung karmin ini haram serta tidak boleh dikonsumsi.

Diketahui keputusan haram tersebut berdasarkan dari hasil kajian LBM PWNU Jawa Timur berdasarkan dari Jumhur Syafi’iyyah. Sehingga penggunaan  karmin sebagai bahan pewarna untuk makanan atau kosmetik tidak diperbolehkan. Ia menjelaskan bahwa hukum najis salah satunya dikarenakan adanya unsur hasyarat atau bangkai serangga. Meskipun pada proses pengolahannya wujud tersebut sudah tidak tampak. "Sudah difermentasi menjadi bahan yang tidak kelihatan serangganya karena menjadi warna yang bagus untuk makanan. Serangga itu dari hama pohon-pohon dan itu merupakan sesuatu yang menjijikan kalau menurut mazhab Syafi’i," ujarnya.

Apa Itu Pewarna Karmin?

Karmin adalah pewarna alami yang digunakan dalam industri makanan dan minuman untuk memberikan warna merah atau merah muda. Pewarna ini berasal dari serangga yang dikenal sebagai Cochineal atau Cochinilla (Dactylopius coccus). Karmin adalah salah satu dari beberapa pewarna alami yang diizinkan dalam banyak regulasi makanan internasional, termasuk oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Pewarna karmin dihasilkan dari tubuh betina serangga Cochineal yang telah dikeringkan dan dihancurkan. Pewarna ini mengandung senyawa yang disebut asam karminat, yang memberikan warna merah cerah yang umumnya digunakan untuk memberi warna pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti permen, minuman ringan, yogurt, es krim, dan produk-produk lainnya. 

Sebagian besar pewarna karmin yang digunakan dalam industri makanan adalah produk yang sudah diolah dan tidak mengandung sisa-sisa serangga. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan akan alternatif pewarna alami, beberapa produsen makanan telah mencari pengganti lain yang lebih ramah vegan atau vegetarian.

Penting untuk dicatat bahwa beberapa individu mungkin memiliki reaksi alergi terhadap pewarna karmin, meskipun reaksi alergi terhadapnya jarang terjadi. Selain itu, karena perubahan regulasi dan preferensi konsumen, beberapa produsen mungkin mulai mencari alternatif lain untuk pewarna ini dalam produk makanan mereka.

Lalu bagaimana aturan penggunaan karmin sebagai pewarna makanan dan kosmetik di Indonesia, bagaimana pula hukumnya dalam Islam?

Halalkah Karmin untuk Dikonsumsi?

Adapun terkait halal atau haramnya penggunaan karmin sebagai zat pewarna alami tersebut untuk saat ini berdasarkan Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 menyebutkan jika zat tersebut halal.

Melansir dari halalmui.org dijelaskan jika serangga tersebut merupakan serangga yang hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban serta nutrisi tanaman. Adapun serangga tersebut dinilai mempunyai kesamaan seperti belalang dan darahnya tidak mengalir.

Sehingga melalui Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 menyebutkan jika zat pewarna makanan atau minuman dari serangga Cochineal (Karmin) dinyatakan halal selama bermanfaat dan tidak membahayakan.

Setelah ramai pemberitaan terkait karmin tersebut untuk saat ini belum ada konfirmasi baru dari MUI terkait hal tersebut. Namun jika berdasarkan fatwa di atas maka karmin sudah termasuk zat pewarna yang halal.

Mengenal Serangga Cochineal yang Menjadi Bahan Karmin

Cochineal, atau Cochinilla (Dactylopius coccus), adalah serangga kecil yang menjadi sumber pewarna alami yang digunakan dalam berbagai aplikasi. Serangga ini berasal dari Amerika tropis dan subtropis, dan pewarna cochineal telah digunakan oleh suku asli di Amerika sebelum kedatangan penjelajah Spanyol. Pewarna ini dihasilkan dari tubuh serangga betina Cochineal yang dikeringkan dan dihaluskan, menghasilkan warna merah tua, merah muda, oranye, dan berbagai warna lainnya.

Kandungan utama dalam pewarna cochineal adalah cochinealin atau asam karminat, yang memberikan warna merah yang kuat. Selain itu, pewarna ini juga mengandung gliseril miristat (lemak) dan coccerin (lilin cochineal). Proses produksi pewarna cochineal melibatkan pengambilan serangga Cochineal dari tanaman kaktus tempat mereka hidup dengan hati-hati. Serangga tersebut kemudian dibunuh dengan berbagai cara, seperti direndam dalam air panas atau terkena sinar matahari.

Meskipun pewarna cochineal telah digantikan oleh pewarna sintetis dalam banyak aplikasi, ia masih digunakan terutama dalam kosmetik dan minuman. Kekuatan pewarnaannya berasal dari cochinealin, yang diperoleh dengan merebus serangga cochineal dalam air.

Penting untuk dicatat bahwa untuk menghasilkan pewarna cochineal yang signifikan, diperlukan jumlah serangga yang sangat besar, sekitar 70.000 serangga Cochineal untuk menghasilkan satu pon pewarna. Namun, pengumpulan serangga ini juga telah menjadi perhatian karena dampaknya terhadap ekosistem kaktus tempat mereka hidup.

Penggunaan Pewarna Karmin

1. Pewarna Makanan dan Minuman

Karmin digunakan dalam makanan dan minuman untuk memberikan warna merah. Ini dapat ditemukan dalam permen, es krim, minuman beralkohol, saus tomat, yogurt, dan banyak produk makanan lainnya. Karmin adalah alternatif alami untuk pewarna sintetis.

2. Pewarna Kosmetik

Karmin sering digunakan dalam produk kosmetik seperti lipstik, lip gloss, blush, dan eyeshadow untuk memberikan warna merah atau merah muda pada produk tersebut. Ini memberikan tampilan yang menarik dan tahan lama pada kosmetik.

3. Cat

Dalam industri cat, karmin digunakan sebagai pigmen untuk memberikan warna merah atau oranye pada cat. Ini bisa digunakan dalam cat dinding, cat kuku, dan produk cat lainnya.

4. Farmasi

Beberapa produk farmasi, terutama tablet obat yang bersifat kunyah atau tablet hisap, mungkin menggunakan karmin sebagai pewarna untuk membantu membedakan produk atau memberikan warna tertentu.

5. Tekstil

Karmin juga digunakan dalam industri tekstil untuk memberikan warna merah pada kain. Ini adalah alternatif alami untuk pewarna sintetis dalam produksi pakaian dan kain berwarna merah.

6. Seni dan Kerajinan

Dalam seni dan kerajinan tangan, karmin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam cat air, cat akrilik, dan berbagai proyek kerajinan lainnya.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan karmin dalam produk makanan dan kosmetik harus sesuai dengan regulasi keamanan makanan dan kosmetik yang berlaku di berbagai negara. Beberapa individu juga mungkin memiliki alergi terhadap karmin, jadi produsen sering harus mencantumkan keberadaan pewarna ini dalam daftar bahan pada label produk.

Kutu Daun Ini Jadi Sumber Pewarna Alami Karmin, Bagaimana Sejarahnya?

Makanan atau minuman yang berwarna mencolok memang menarik perhatian. Zat pewarna merah dalam produk olahan yang selama ini kita konsumsi ternyata berasal dari serangga.  Serangga Dactylopius ini masuk dalam jenis kutu daun dengan berat sekitar 45 mg yang biasanya menjadi parasit pada kaktus (genus Opuntia) dengan tubuh berwarna abu-abu. Tak hanya itu, tubuhnya juga dilapisi oleh lilin putih untuk melindungi diri dari kekeringan dan hujan.

Pewarna karmin yang dihasilkan serangga tersebut diketahui digunakan untuk pertahanan diri dari predator. Asam karminat tersebut hanya diproduksi oleh serangga cochineal betina yang terletak di hemolimfa dan telurnya. Asam karminat inilah yang dimanfaatkan untuk sumber penghasil warna merah tua dikenal sebagai Karmin CL 75470.

Cochineal betina memiliki panjang kira-kira 6 mm, lebar 4,5 mm, dan tinggi 4 mm. Dilansir dari laman Binus, pewarna karmin yang diproduksi Cochineal betina lebih banyak dari jantan sekitar 18-20%. Serangga ini tidak memiliki sayap dan hanya hinggap di daun kaktus, berbeda dengan Cochineal jantan.


Sejarah Pewarna Karmin
Serangga Cochineal sebagai penghasil zat pewarna alami ini sudah dikenal sejak lama. Pewarna karmin ini pertama kali ditemukan dan digunakan oleh Suku Maya dan Suku Aztec lebih dari lima abad yang lalu di wilayah Amerika Utara, Tengah, dan Selatan, demikian dilansir dari BBC.

Kutu daun tersebut telah digunakan oleh Suku Maya dan Aztec untuk mewarnai tekstil, obat-obatan, dan kosmetik. Untuk menghasilkan pewarna karmin sebanyak 500 gram, diperlukan 70.000 serangga Cochineal betina.

Dilansir dari laman Mcgill, pemanfaatan serangga Cochineal sebagai pewarna merah alami tersebut mulai berkembang sampai wilayah Eropa pada tahun 1518 ketika Hernan Cortes datang ke Amerika dan menggulingkan kekaisaran Aztec. Kemudian pewarna karmin menjadi zat pewarna yang sering digunakan untuk wol dan sutra.

Saat ini Peru dikenal sebagai penghasil karmin terbesar di dunia dengan mencapai 70 ton produksi per tahun. Menurut Kedutaan Besar Peru, produksi karmin tersebut telah menguasai 95% pangsa pasar internasional.


Dra. Sitti Chadijah M.Si (Bidang Kimia Analitik)
Dosen Prodi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar