KIMIA DI BALIK PRODUK PERAWATAN WAJAH : BASIC SKINCARE

  • 04:34 WITA
  • Administrator
  • Artikel

KIMIA DI BALIK PRODUK PERAWATAN WAJAH : BASIC SKINCARE

Aisyah

KK Kimia Organik UIN Alauddin Makassar

Trend perawatan wajah (skincare) yang sangat marak satu dekade belakangan ini tidak lepas dari kemajuan teknologi industri kosmetika. Hal ini juga didukung oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan kulit. Namun, yang lebih menarik adalah adanya pengaruh budaya “Korean-Beauty’ yang memperkenalkan rangkaian perawatan wajah multi langkah. Rutinitas skincare ala artis Korea ini populer dengan sheet mask dan hidrasi kulit wajah maksimal untuk menampilkan wajah dengan tampilan natural sebening kristal.

Kulit dengan karakteristik glass skin  ini dapat diperoleh melalui aplikasi rangkaian produk skincare yang fokus pada tujuan untuk mendapatkan wajah mulus tanpa pori, lembut dan bercahaya layaknya kaca kristal. Untuk tujuan ini produsen skincare berlomba-lomba melakukan inovasi untuk mendapatkan formulasi bahan skincare yang mampu menjawab berbagai permasalahan kulit konsumen. Di sisi lain, konsumen saat ini pun semakin cerdas dan peduli dengan kandungan bahan dalam skincare mereka. Hal ini merupakan dampak positif dari meluasnya platform media sosial sebagai media transfer ilmu termasuk ilmu perawatan wajah dengan bahan aktif yang tepat.

Efektivitas skincare ini sangat terkait dengan komposisi bahan-bahannya, di luar daya tarik kemasan mewah produk dan klaim-klaim produsen yang menjanjikan. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap ilmu kimia di balik perawatan kulit dasar dan memberikan wawasan tentang komponen utama yang berkontribusi terhadap berhasilnya kerja rangkaian skincare dasar; pembersih, pelembab dan tabir surya. Dengan memahami ilmu di balik formulasi perawatan kulit, konsumen dapat membuat pilihan yang lebih sesuai dan memulai aktivitas perawatan kulit dengan lebih tepat.

Struktur Kulit

Sebelum mendalami lebih jauh mengenai bahan-bahan kimia yang berperan dalam produk skincare, mari kita memulai mengenali terlebih dahulu struktur kita kulit sebagai tempat bekerjanya bahan kimia tersebut. Kulit adalah organ kompleks yang terdiri dari beberapa lapisan dan bertindak sebagai pelindung organ dan jaringan dalam tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan utama, yang masing-masing memiliki fungsi berbeda

1. Epidermis: Lapisan Terluar

Epidermis bertindak sebagai penghalang atau pelindung terhadap agresor lingkungan, patogen, dan radiasi UV. Produk perawatan kulit menargetkan lapisan epidermis untuk mengatasi masalah seperti kekeringan, pigmentasi, dan ketidaksempurnaan di permukaan.

2. Dermis: Lapisan Tengah

Dermis berfungsi memberikan dukungan struktural pada kulit dan mengandung pembuluh darah, saraf, folikel rambut, dan kelenjar keringat. Bahan-bahan seperti peptida dan senyawa penambah kolagen dalam produk perawatan kulit menargetkan untuk menembus dermis dan bekerja untuk meningkatkan elastisitas kulit dan mengurangi garis-garis halus.

3. Hipodermis (Jaringan Subkutan): Lapisan Paling Dalam

Hipodermis berfungsi menyimpan lemak, mengatur suhu, dan berfungsi sebagai lapisan bantalan. Meskipun produk perawatan kulit terutama berfokus pada epidermis dan dermis, bahan-bahan tertentu secara tidak langsung dapat bermanfaat bagi hipodermis dengan meningkatkan kesehatan kulit secara keseluruhan dan mencegah hilangnya kelembapan.


Cara Kerja Skincare di Berbagai Lapisan

Setiap produk skincare memiliki wilayah kerja di mana bahan aktifnya dapat bekerja dengan efisien. Di lapisan terluar, epidermis merupakan tempat awal sebagian besar produk skincare bekerja.  

Pembersih Wajah (Face Cleanser)

Wajah yang terbuka dapat terpapar dengan pengotor dari luar. Di sisi lain wajah pun secara  alamiah mmproduksi minyak yang dapat menambah kemungkinan kotoran melekat pada wajah. Pembersih wajah berfungsi menghilangkan kotoran dan minyak tersebut serta menjaga keseimbangan pH kulit. Teradapat beberpa macam bentuk pembersih wajah, namun semuanya bekerja dengan bahan dasar yang sama, yaitu surfaktan. Surfaktan berasal dari kata surfactant, singkatan dari surface active agent yang berarti bahan yang bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan antar dua cairan, antara cairan gas dan atau antara cairan dan padatan. Molekul surfaktan tersusun atas bagian hidrofilik yang bersifat mengikat air sementara sisi lainnya berupa bagian hidrofobik dengan struktur karbon rantai panjang yang bersifat mengikat lemak. Dengan struktur amfifatik seperti ini, maka surfaktan pada pembersih wajah dapat mengemulsikan minyak dan kotoran wajah agar terbilas bersama air.

Sabun merupakan surfaktan tertua untuk perawatan kulit yang dibuat dari campuran lemak hewan atau nabati dengan soda api. Hasil reaksinya berupa padatan sabun yang dapat berbusa dan bersifat membersihkan. Namun, dengan adanya kandungan soda yang relatif tinggi, sabun berpotensi mengiritasi kulit sensitif, sehingga dipilih surfaktan lain yang bersifat lebih kurang mengiritasi. Beberapa contoh surfaktan untuk pembersih wajah antara lain sodium lauryl sulfate (SDS), cocamphocarboxyglycinate, cocoamidopropyl betaine, disodium lauryl sulfosuccinate dan alpha-olefin sulfonate. (Reequil, 2021)

Pelembab (Moisturizer)

Produk skincare berikutnya yang bekerja di lapisan epidermis adalah pelembab. Pelembab merupakan salah satu produk basic skincare yang wajib dilakukan setiap hari. Pelembab berfungsi melembabkan lapisan epidermis dengan meningkatkan kadar air pada lapisan terluar epidermis, stratum korneum (keratin) dengan mensuplai langsung air dari bahannya. Terdapat tiga macam pelembab dengan bahan dan cara kerja yang berbeda; okluden, humektan dan omelien.

Okluden berfungsi sebagai barier fisik bagi kulit untuk mempertahankan kadar airnya. Dengan berbahan dasar minyak, lilin atau silikon, oklusif yang bersifat hidrofob mencegah lepasnya air dari lapisan keratin. Salah satu bahan oklusif adalah petrolatum, beeswax, carnauba wax dan minyak mineral. Dengan karakteristik bahan dasar yang sangat kental maka pelembab jenis ini sangat tepat digunakan pada kulit yang sangat kering, misalnya pada penderita eczema (eksim).

Humektan adalah bahan yang bersifat hidrofilik dan bekerja dengan cara menarik air di sekitarnya menuju epidermis lalu menahannya. Air bisa ditarik dari lapisan dermis dan/atau dari atmosfer bisa kelembaban udara tinggi. Bahan humektan contohnya gliserol, sorbitol, asam amino, asam laktat dan asam hialuronat. Bahan yang lebih ringan dan berkarakteristik air ini sangat tepat untuk kulit berminyak.

Emolien adalah pelembab dengan bahan dasar hidrokarbon jenuh dan tidak jenuh yang bekerja dengan cara mengisi ruang kosong antara korneosit dan membangun kembali tekstur kulit yang lebih lembut. Korneosit merupakan lapisan terluar dari keratinosit yang tersusun atas sel-sel kulit mati dan sedikit lemak. Bahan dasar emolien antara lain kolesterol, skualen, asam lemak. Karakteristik bahan berminyak ini tepat untuk kulit kering dan kasar.

Tabir Surya (Sunscreen dan Sunblock)

Produk skincare berikutnya yang tidak kalah penting adalah tabir surya atau lebih dikenal dengan istilah sunscreen dan sunblock. Ahli kulit bahkan menempatkan tabir surya sebagai produk skincare yang sangat penting dan wajib digunakan setiap hari untuk kesehatan kulit jangka panjang. Tabir surya bekerja menghalau radiasi sinar ultraviolet (UV) matahari agar tidak menyebabkan kerusakan kulit.

Radiasi UV mempunyai dampak yang signifikan pada kulit, menyebabkan konsekuensi seperti penuaan, terbakar sinar matahari, berkembangnya lesi prakanker dan kanker, serta imunosupresi. Efek imunosupresif dari radiasi UV meluas ke sel penyaji antigen di dalam epidermis, sehingga berkontribusi terhadap risiko kanker kulit (Lantha, et.al., 2013)

Ada tiga jenis radiasi UV: UVC, UVB, dan UVA. Meskipun lapisan ozon menyerap 100% UVC, 90% UVB, dan sedikit UVA, penipisan lapisan ozon meningkatkan transmisi UV. UVA, terbagi atas UVAi dan UVA II terkait dengan penuaan dan pigmentasi, menembus jauh ke dalam lapisan kulit dan menghasilkan spesies oksigen radikal bebas, yang secara tidak langsung merusak DNA. UVA juga meningkatkan jumlah sel inflamasi di dermis sekaligus menurunkan jumlah sel penyaji antigen (Lavker, et.al., 1995). Di sisi lain, UVB menyebabkan kulit terbakar dan putusnya untai DNA, termasuk mutasi dimer pirimidin yang terkait dengan kanker kulit nonmelanoma (Rhodes, 1998)

Bahan aktif dalam tabir surya terbagi dalam dua jenis, yaitu filter anorganik dan filter organik. Filter anorganik berbahan dasar mineral-mineral alam yang bersifat menangkal sinar UV secara fisik tanpa ada reaksi kimia dengan bahan mineralnya. Tabir surya yang dikenal dengan istilah sunblock ini kurang diminati kosumen karena cenderung meninggalkan efek putih pada wajah menyerupai topeng. Lain halnya dengan tabir surya organik yang dikenal sebagai sunscreen, tidak meninggalkan kesan putih karena senyawa organik di dalamnya bekerja menyerap sinar UV, bereaksi dengannya lalu melepaskannya sebagai panas dalam keadaan energi yang lebih rendah.

Bahan dasar sunblock antara lain seng oksida dan titanium dioksida. Bahan ini bekerja dengan memantulkan dan menyebarkan sinar UV, mirip dengan pakaian. Zinc oxide ukuran mikro memberikan perlindungan UVA yang luas, sedangkan titanium dioxide melindungi dari UVA II dan UVB. Keduanya dapat distabilkan dengan silika dan dimetikon untuk meningkatkan efektivitas dan sifat kosmetiknya yang lebih baik.

Filter organik berupa senyawa organik dengan struktur aromatik yang terkonjugasi dengan gugus karbonil. Strutur kompleks seperti ini mampu menyerap radiasi UV berenergi tinggi hingga molekul mengalami keadaan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi hingga kembali ke keadaan dasarnya dengan energi UV yang telah diturunkan menuju panjang gelombang yang tinggi. Filter organik dapat menyerap radiasi menyeluruh UVB pada wilayah 290-320 nm dan radiasi UVA I pada 340 hingga 400 nm dan UVA II pada 320 hingga 340nm. Suatu produk suncreen yang paling baik adalah yang mampu bekerja di spektrum luas yang dapat melindungi dari keseluruhan radiasi UVA dab UVB.

Beberapa senyawa kimia yang berperan dalam menangkal radiasi UV antara lain senyawa aminobenzoat, sinamat, salisilat, oktokrilen, ensulizol, oksibenzon, avobenzen dan ekamsul

Aminobenzoat dapat memblokir sinar UVB dengan kuat tetapi tidak bekerja dengan baik melawan UVA. Namun, penggunaannya sudah berkurang karena beberapa orang sensitif terhadap asam para-aminobenzoat (PABA), yang merupakan filter UVB yang sangat efektif. PABA pernah menjadi penyebab paling umum dari fotoalergi dan alergi kulit, sehingga  penggunaannya dibatasi dalam tabir surya. Padimate O, turunan PABA, kini banyak digunakan karena efektif melawan UVB dan diketahui lebih aman.

Sinamat, seperti oktinoksat dan sinoksat, telah menggantikan PABA sebagai penyerap UVB yang kuat. Oktinoxat umumnya digunakan di Amerika Serikat, namun tidak sekuat padimat O, sehingga filter UVB lainnya sering ditambahkan untuk perlindungan terhadap sinar matahari yang lebih tinggi. Octinoxat tidak terlalu stabil di bawah sinar matahari sementara sinoksat lebih jarang digunakan.

Salisilat paling banyak digunakan dalam produk sunscreen, meskipun bukan merupakan penyerap UVB yang kuat. Salisilat  meningkatkan efek filter UVB lainnya dan dapat mencegah kerusakan filter lain di bawah sinar matahari. Salisilat yang terdaftar di FDA termasuk homosalat dan oktisalat. Selain itu ada juga salisilat yang larut dalam air yang disebut trolamin salisilat.

Oktokrilen adalah bahan kimia aman yang kecil kemungkinannya menyebabkan iritasi, fototoksisitas, atau alergi. Jika dikombinasikan dengan filter UV lainnya, ini dapat meningkatkan efektivitas tabir surya.

Ensulizol adalah filter UVB murni, terutama digunakan untuk membuat produk kosmetik terasa lebih ringan dan tidak terlalu berminyak, dan tidak memengaruhi UVA.

Turunan kamper tidak terdaftar di FDA tetapi cukup efektif dalam memblokir sinar UVB. Tereftaliden dikamphor sulfonat, turunan kamper, juga memberikan perlindungan UVA yang luas.

Oxybenzone, sejenis benzofenon yang umum, dikenal dengan penyerapan spektrum luas, termasuk UVA II, meskipun memiliki kemungkinan lebih tinggi menyebabkan dermatitis kontak atau fotokontak dibandingkan sunscreen lainnya. Selain itu ada pula kekhawatiran mengenai fotostabilitasnya, potensi karsinogenisitasnya, dan efek endokrinnya. Benzofenon lain yang terdaftar di FDA termasuk sulisobenzon dan dioksibenzon.

Avobenzon bersifat efektif melawan UVA I tetapi sangat tidak stabil terhadap cahaya. Golongan ini mudah kehilangan partikel setelah paparan sinar UV. Bahan-bahan tersebut dapat menurunkan filter UV lainnya. Kombinasi dengan oktokrilen, benzofenon, salisilat, turunan kamper, dan seng oksida atau titanium dioksida mikro dapat digunakan untuk meningkatkan fotostabilitasnya.

Ekamsul, mengandung asam tereftaliden dikamfor sulfonat. Penelitian pada hewan menunjukkan produk ini tahan air dengan penyerapan sistemik rendah, mencegah penuaan akibat UVA dalam penelitian pada hewan.

Sunscreen dengan spektrum luas, seperti metilen-bis-benzotriazolil tetrametillbutilfenol (MBBT) dan bis-etilheksiloksifenol metksifenil triazin (BEMT) potensial memberikan penyerapan, hamburan, dan refleksi radiasi UV yang efektif tanpa penyerapan sistemik atau efek endokrin yang signifikan.

Untuk selanjutnya, sunscreen dan sunblock lebih dikenal dengan istilah yang sama, yaitu sunscreen.

Tingkat perlindungan sunscreen dinyatakan dengan ukuran Sun Protection Factor (SPF). Sebagian konsumen menganggap sunscreen terbaik adalah yang memiliki nilai SPF tinggi padahal nilai SPF yang tinggi tidak selalu memberi perlindungan maksimal bila aplikasinya tidak tepat. SPF merupakan klaim kemanfaatan kosmetik, berupa angka yang mengacu pada level perlindungan terhadap sinar matahari SPF adalah nilai yang menyatakan seberapa lama waktu yang dibutuhkan bagi kulit untuk terbakar/memerah oleh sinar UV dengan sunscreen dibandingkan waktu untuk terbakar tanpa menggunakan sunscreen. Pengujian nilai SPF dilakukan menggunakan alat spektrofotometer  UV secara in vivo dan in vitro (BPOM RI, 2023). Misalnya, waktu yang dibutuhkn untuk memerahkan kulit dengan sinar UV adalah 300 detik dengan aplikasi sunscreen dan 10 detik tanpa sunscreen, maka nilai SPF sunscreen yang dibutuhkan adalah 300 detik/10 detik, yaitu SPF 30. Dengan kata lain, penggunaan sunscreen SPF 30 dapat mencegah resiko kulit terbakar 30 kali lebih lama daripada tanpa menggunakan sunscreen (Australian Academy of Science, Retrieved: 29 November 2023).

Perhitungan di atas adalah perhitungan prediktif secara umum, efek pada tiap konsumen berbeda sesuai kondisi kulit, jenis sunscreen yang digunakan dan intensitas cahaya matahari. Nilai minimal SPF yang dibutuhkan untuk melindungi kulit yang tidak terlalu sensitif pada sinar UV adalah 6 dan maksimal sedikit di bawah 100. Nilai yang direkomendasikan sebagian besar ahli kulit minimal 30 (Schalka & Reis, 2011).

Sebagai ilustrasi, berikut gambaran proteksi sinar UV berdasarkan nilai SPF. Sunscreen SPF 30 yang memberi perlindungan sebesar 97% berarti menahan sebesar 97 foton dari sinar matahari dan melewatkan hanya 3 foton menuju epidermis. Nilai SPF di atas 30 mampu menahan lebih walaupun tidak berbeda signifikan. Namun hanya bergantung pada nilai ini saja tidak cukup. Jumlah yang memadai juga sangat penting sehingga diisarankan menggunakan sunscreen sebanyak 2 mg/cm2 area kulit yang terpapar dan melakukan pengulangan aplikasi setiap 2-3 jam (Wolf, et.al., 2001). Selain itu tetap melakukan aktivitas luar ruangan secara bijak dengan menghindari paparan sinar matahari secara langsung.

Dengan memasukkan tabir surya ke dalam rutinitas perawatan kulit harian dan mengikuti panduan penerapan yang tepat, kita dapat menikmati aktivitas di luar ruangan sambil tetap memprioritaskan kesehatan kulit jangka panjang.

Secara keseluruhan basic skincare adalah wajib dilakukan setiap hari untuk menjaga kebersihan dan kesehatan kulit saat ini dan untuk kesehatan jangka panjang. Pada akhirnya, tidak ada hasil yang instan kecuali perawatn klinik dan operasi plastik yang mahal, maka lakukan perawatandengan teratur dan konsisten dan bersiaplah menikmati kulit sebening kristal, apapun warna kulit yang kita miliki karena semua warna kulit adalah CANTIK.

Selengkapnya

Artikel: Kimia Di Balik Produk Perawatan Wajah


Referensi

Reequil, A. 2020, Skin Care 101: Surfactants In Skin and Hair Care Products

Salager, J-L., Anton, R., Bullon, J., Forgiarini, A., and Marquez, R. 2020. How to Use the Normalized Hydrophilic-Lipophilic Deviation (HLDN) Concept for the Formulation of Equilibrated and Emulsified Surfactant-Oil-Water Systems for Cosmetics and Pharmaceutical Products, Cosmetics, 7: 57.

Rizzi, V., Gubitosa, J., Fini, P., and Cosma, P. 2021. Neurocosmetics in Skincare—The Fascinating World of Skin–Brain Connection: A Review to Explore Ingredients, Commercial Products for Skin Aging, and Cosmetic Regulations Cosmetics 8(3): 66

Barnes, T., Mijaljic, D., Townley, J.P., Harrison, I.P, and Spada, F. 2021. Vehicles for Drug Delivery and Cosmetic Moisturizers: Review and Comparison. Pharmmaceutics 13(12): 2012

Latha MS, Martis J, Shobha V, Sham Shinde R, Bangera S, Krishnankutty B, Bellary S, Varughese S, Rao P, Naveen Kumar BR. Sunscreening agents: a review. J Clin Aesthet Dermatol2013 Jan;6(1):16-26

Lavker RM, Gerberick GF, Veres D, Irwin CJ, and Kaidbey KH. Cumulative effects from repeated exposures to suberythemal doses of UVB and UVA in human skinJ Am Acad Dermatol1995 Jan;32(1):53-62. 

Rhodes LE. 1998. Topical and systemic approaches for protection against solar radiation-induced skin damage. Clin Dermatol1998 16(1):75-82

Gabros, S., Nezzel, T.A., and Zito, P.M., 2023. Sunscreens and Photoprotection. StatPearls Publishing LLC. USA

Heurung AR, Raju SI, Warshaw EM. 2014. Adverse reactions to sunscreen agents: epidemiology, responsible irritants and allergens, clinical characteristics, and management. Dermatitis25(6):289-326

Baker, L.A., Marchetti, B., Karsili, T.N.V., Stavros, V.G., and Ashfold, M.N.R. 2017.

Photoprotection: extending lessons learned from studying natural sunscreens to the design of artificial sunscreen constituents. Chem. Soc. Rev.46: 3770-3791

He, H., Li, A., Li, S., Tang, J., Li, dan Li, X, 2021. Natural components in sunscreens: Topical formulations with sun protection factor (SPF), Biomedicine & Pharmacotherapy, 134, 111161,

Schalka, S., Steiner, D., Ravelli, F.N., and Leite, O.M.R.R. 2014.  Brazilian Consensus on Photoprotection. Anais Brasileiros de Dermatologia 89(6 Suppl 1):1-74

BPOM RI. Informasi Kosmetik Tabir Surya (Sunscreen) Dengan Klaim SPF

https://www.pom.go.id/penjelasan-publik/penjelasan-bpom-ri-nomor-hm-01-1-2-08-23-33-tanggal-4-september-2023-tentang-informasi-kosmetik-tabir-surya-sunscreen-dengan-klaim-spf.

Wolf, R., Wolf, D., Morganti, P., Ruocco, V., 2001. Sunscreens. Clin Dermatol. 19: 452-459.

Schalka S. & Reis, V.M., 2011. Sun protection factor: meaning and controversies. An Bras Dermatol. 86: 507-15.