Kimia Di Balik Produk Perawatan Wajah: Agen Pencerah Kulit (Skin Lightening Agent)
Aisyah, S.Si., M.Si.
Dosen Prodi Kimia UIN Alauddin Makassar
Bidang Kajian Kimia Organik
Setelah mengulas produk basic skincare dan dasar ilmu kimianya, maka selanjutnya kita akan mengenali bahan-bahan pada skincare yang lebih detail menjawab pemasalahan kulit tertentu. Bahan-bahan ini umumnya digunakan untuk tujuan mencerahkan kulit wajah atau hiperpigmentasi, hidrasi, anti penuaan atau mengatasi jerawat. Bahan-bahannya antara lain vitamin, antioksidan, peptida atau turunan asam.
Pada tulisan ini kita akan membahas mengenai agen pencerah kulit. Agen ini dapat berupa vitamin atau turunannya seperti asam askorbat, asam kojak, niasinamida dan deoksiarbutin. Namun sebelumnya kita bahas dulu mengenai melanogenesis dan hiperpigmentasi yaitu permasalah kulit wajah yang ditarget oleh produk pencerah kulit.
Melanogenesis atau sintesis melanin adalah proses pembentukan melanin pada lapisan epidermis kulit saat terpapar radiasi ultraviolet dari matahari. Melanin sendiri adalah pigmen warna yang menentukan warna kulit, mata atau rambut pada manusia. Selain memberi warna, melanin juga berfungsi sebagai penyerap radiasi sinar UV, pengatur keseimbangan oksidatif pada kulit dan menangkap radikal-radikal bebas dalam tubuh (Brenner & Hearing, 2008; Gillbro & Olsson, 2011; Hanif, Al-Shami, Khalid, & Hadi, 2020).
Melanogenesis berlangsung dalam organel sel melanosom (Manga, 2018). Sintesisnya terjadi dalam beberapa tahap (Lynn Lamoreux, Wakamatsu, & Shosuke, 2001) dimulai dari hidroksilasi asam amino tirosin menjadi L-3,4-dihidroksifenilalanin (DOPA) dalam reaksi yang dikatalisis oleh tirosinase . Selanjutnya DOPA dioksidasi oleh enzim tironase menjadi DOPAkuinon dengan katalisis enzim yang sama. Dopakuinon lalu mengalami serangkaian reaksi enzimatik yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan melanin. Proses ini melibatkan polimerisasi berbagai zat antara hingga dihasilkan eumelanin (bertanggung jawab atas pigmen hitam kecoklatan) atau pheomelanin (bertanggung jawab atas pigmen kuing kemerahan). Eumelanin disintesis tanpa melibatkan sistein atau glutathione, tapi melalui reaksi spontan atau memerlukan dopachrome tautomerase (DCT, sebelumnya dikenal sebagai protein terkait tirosinase 2 atau TYRP2). Sebaliknya Pheomelanin diproduksi ketika DOPAquinone bereaksi dengan sistein dalam jumlah yang cukup. Umumnya reaksi-reaksi yang terlibat bersifat spontan dan tidak memerlukan katalis tambahan, kecuali pada tahap yang dikatalisis oleh tirosinase (Prota, 2000). Melanin yang baru disintesis kemudian disimpan dalam organel yang disebut melanosom di dalam melanosit. Melanosom ini lalu ditransfer ke sel kulit di sekitarnya, termasuk keratinosit, di mana melanin memberikan perlindungan terhadap radiasi UV dengan menyerap dan menyebarkan sinar matahari (Haider, Cho, Amelard, Wong, & Clausi, 2014). Secara keseluruhan regulasi melanogenesis dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetika, perubahan hormonal, paparan radiasi UV, dan obat-obatan tertentu (D’Mello, Finlay, Baguley, & Askarian-Amiri, 2016).
Distribusi dan konsentrasi melanin pada kulit menghasilkan pigmentasi dengan warna tertentu. Bila konsentrasi pheomelanin lebih besar dari eumelanin, maka warna kulit cenderung gelap. Sebaliknya bila konsentrasi eumelanin lebih besar maka kulit cederung lebih terang. Warna kulit yang lebih gelap memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap kerusakan akibat sinar UV dibandingkan dengan warna kulit yang lebih terang. Pada kondisi di mana produksi melamin berlebih di suatu area wajah dibanding sekelilingnya, maka ini disebut hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi dapat terjadi karena paparan sinar UV dari matahari yang mengakibatkan sun spot atau age spot, luka dan peradangan kulit yang mengakibatkan post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) dan perubahan hormon yang memicu timbulnya melasma (Ortonne & Bissett, 2008).
Riset terbaru menemukan bahwa selain stimulasi melanosit dan perubahan tirosin menjadi melanin, melanogenesis juga diatur oleh beberapa senyawa-senyawa lainnya. Sekitar 1500 protein yang diekspresikan dalam melanosome terlibat dalam persinyalan, pengangkutan melanosom dalam melanosit, dan transfer sel melanosom ke keratinosit (Chi et al., 2006). Selain itu, terdapat pula reaksi dengan katalisis enzim yang mendegradasi melanin menjadi “debu melanin”. Penguraian melanin ini cenderung lebih sering terjadi pada kulit terang dibanding kulit gelap (Chen, Seiberg, & Lin, 2006).
Memahami proses melanogenesis sangat penting untuk mengembangkan strategi mengatasi gangguan pigmentasi termasuk pemilihan bahan aktif yang dapat menarget kerja protein (enzim, hormon dan senyawa lainya) yang terlibat dalam melanogenesis. Proses-proses yang terlibat dalam melanogenesis dapat dijadikan target anti pigmentasi di antaranya kerja enzim tirosinase dan TRP ( protein terkait tirosinase)-1, TRP-2), hormon perangsang melanosit, proses transportasi melanosom dalam melanosit dan transfer ke keratinosit (misalnya antagonis PAR-2), dan aktivator degradasi melanin dalam keratinosit.
Enzim tirosinase yang mengkatalisis reaksi hidroksilasi asam amino tirosin menjadi DOPA dapat dihambat dengan beberapa agen seperti hidrokuinon, resorsinol, asam kojak, arbutin, asam askorbat (vitamin C) dan deoksiarbutin (Ortonne & Bissett, 2008). Enzim tirosinase glikosilasi bekerja untuk memodifikasi tirosinase dengan menambahkan gugus gula. Modifikasi ini menghasilkan lipatan pada struktur tersier sehingga lebih stabil dan memperbaiki kerja enzimnya. Penghambatan proses glikosilasi tisonase ini dapat dilakukan oleh agen seperti glukosamin, N-asetil glukosamin dan tunikamisin (Bissett et al., 2009). Proses transfer melanosom dapat dihambat oleh niasinamida dan inhitor protease (Hakozaki et al., 2002) . Gabungan niasinamida dengan N-asetil glukosamin dalam sediaan pelembab wajah diketahui mampu menurunkan tampilan hiperpigmentasi (Bissett et al., 2007; Kimball et al., 2010). Agen berikutnya yang potensial menghambat kerja tirosinase adalah deoksiarbutin. Deoksiarbutin adalah turunan hidrokuion yang bekerja menghambat sintesis melanin tanpa merusak membran melanosom seperti halnya hidrokuinon (Miao et al., 2016).
Penting untuk menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan aktif ini haruslah dengan bijaksana sesuai arahan pihak-pihak yang kompeten seperti peneliti atau badan-badan yang ditunjuk oleh pemerintah seperti Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Bahan aktif seperti hidrokuinon terbukti berpotensi mengganggu struktur stratum korneum epidemis dan keratin sehingga merusak skin barrier(Owolabi, Fabiyi, Adelakin, & Ekwerike, 2020). Niasinamida adalah vitamin B3 yang secara umum aman baik untuk dikonsumsi oral maupun untuk penggunaan pada produk perawatan wajah. Niasinamida bersifat larut dalam air sehingga konsumsi berlebih dapat dieksresikan melalui urin. Namun, niasinamida pada kosmetik dapat digunakan hingga konsentrasi paling tinggi 20% untuk mencegah kulit kering dan iritasi (American College of Toxicology, 2005; Smiljanic et al., 2022). Sementara asam kojak terbukti aman untuk penggunaan kosmetik (Owolabi et al., 2020). Berbeda dengan kulit normal dan berminyak, kulit kering cenderung rentan dengan bahan-bahan aktif tersebut dengan konsentrasi tinggi. Sementara hidrokuinon hanya bisa digunakan di bawah pengawasan dokter.
Agen-agen pencerah wajah ini dapat diformulasikan pada sediaan pembersih wajah, pelembab, toner, essence atau serum. Dengan memahami proses pembentukan melanin dan senyawa-senyawa yang terlibat maka akan membuka wawasan mengenai bahan-bahan aktif yang tepat untuk mencerahkan wajah sesuai kondisi kulit. Tujuannnya bukanlah untuk mendapatkan kulit yang super putih dan pucat tapi yang lebih penting adalah untuk mendapatkan kulit yang sehat dengan distribusi melanin yang merata tanpa noda hiperpigmentasi.
Referensi:
American College of Toxicology. (2005). Final report of the safety assessment of niacinamide and niacin. International Journal of Toxicology, 24, 1–31. https://doi.org/10.1080/10915810500434183
Bissett, D. L., Farmer, T., Mcphail, S., Reichling, T., Tiesman, J. P., Juhlin, K. D., … Robinson, M. K. (2007). Genomic expression changes induced by topical N-acetyl glucosamine in skin equivalent cultures in vitro. Journal of Cosmetic Dermatology, 6(4), 232–238. https://doi.org/10.1111/j.1473-2165.2007.00339.x
Bissett, D. L., Robinson, L. R., Raleigh, P. S., Miyamoto, K., Hakozaki, T., Li, J., … Johnson, M. (2009). Reduction in the appearance of facial hyperpigmentation by topical N-undecyl-10-enoyl-L-phenylalanine and its combination with niacinamide. Journal of Cosmetic Dermatology, 8(4), 260–266. https://doi.org/10.1111/j.1473-2165.2009.00470.x
Brenner, M., & Hearing, J. V. (2008). The protective role of melanin against UV. Photochem Photobiology, 84(3), 539–549. https://doi.org/10.1111/j.1751-1097.2007.00226.x.The
Chen, N., Seiberg, M., & Lin, C. B. (2006). Cathepsin L2 levels inversely correlate with skin color [5]. Journal of Investigative Dermatology, 126(10), 2345–2347. https://doi.org/10.1038/sj.jid.5700409
Chi, A., Valencia, J. C., Hu, Z. Z., Watabe, H., Yamaguchi, H., Mangini, N. J., … Hunt, D. F. (2006). Proteomic and bioinformatic characterization of the biogenesis and function of melanosomes. Journal of Proteome Research, 5(11), 3135–3144. https://doi.org/10.1021/pr060363j
D’Mello, S. A. N., Finlay, G. J., Baguley, B. C., & Askarian-Amiri, M. E. (2016). Signaling pathways in melanogenesis. International Journal of Molecular Sciences, 17(7), 1–18. https://doi.org/10.3390/ijms17071144
Gillbro, J. M., & Olsson, M. J. (2011). The melanogenesis and mechanisms of skin-lightening agents - Existing and new approaches. International Journal of Cosmetic Science, 33(3), 210–221. https://doi.org/10.1111/j.1468-2494.2010.00616.x
Haider, S., Cho, D., Amelard, R., Wong, A., & Clausi, D. A. (2014). Enhanced classification of malignant melanoma lesions via the integration of physiological features from dermatological photographs. 2014 36th Annual International Conference of the IEEE Engineering in Medicine and Biology Society, EMBC 2014, 6455–6458. https://doi.org/10.1109/EMBC.2014.6945106
Hakozaki, T., Minwalla, L., Zhuang, J., Chhoa, M., Matsubara, A., Miyamoto, K., … Boissy, R. E. (2002). The effect of niacinamide on reducing cutaneous pigmentation and suppression of melanosome transfer. British Journal of Dermatology, 147(1), 20–31. https://doi.org/10.1046/j.1365-2133.2002.04834.x
Hanif, N., Al-Shami, A. M. A., Khalid, K. A., & Hadi, H. A. (2020). Plant-based skin lightening agents: A review. The Journal of Phytopharmacology, 9(1), 54–60. https://doi.org/10.31254/phyto.2020.9109
Kimball, A. B., Kaczvinsky, J. R., Li, J., Robinson, L. R., Matts, P. J., Berge, C. A., … Bissett, D. L. (2010). Reduction in the appearance of facial hyperpigmentation after use of moisturizers with a combination of topical niacinamide and N-acetyl glucosamine: Results of a randomized, double-blind, vehicle-controlled trial. British Journal of Dermatology, 162(2), 435–441. https://doi.org/10.1111/j.1365-2133.2009.09477.x
Lynn Lamoreux, M., Wakamatsu, K., & Shosuke, I. T. O. (2001). Interaction of major coat color gene functions in mice as studied by chemical analysis of eumelanin and pheomelanin. Pigment Cell Research, 14(1), 23–31. https://doi.org/10.1034/j.1600-0749.2001.140105.x
Manga, P. (2018). Molecular Biology of Albinism. In Albinism in Africa: Historical, Geographic, Medical, Genetic, and Psychosocial Aspects (pp. 99–119). https://doi.org/10.1016/B978-0-12-813316-3.00005-2
Miao, F., Shi, Y., Fan, Z. F., Jiang, S., Xu, S. Z., & Lei, T. C. (2016). Deoxyarbutin possesses a potent skin-lightening capacity with no discernible cytotoxicity against melanosomes. PLoS ONE, 11(10), 1–14. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0165338
Ortonne, J. P., & Bissett, D. L. (2008). Latest insights into skin hyperpigmentation. Journal of Investigative Dermatology Symposium Proceedings, 13(1), 10–14. https://doi.org/10.1038/jidsymp.2008.7
Owolabi, J. O., Fabiyi, O. S., Adelakin, L. A., & Ekwerike, M. C. (2020). Effects of skin lightening cream agents - hydroquinone and kojic acid, on the skin of adult female experimental rats. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology, 13, 283–289. https://doi.org/10.2147/CCID.S233185
Prota, G. (2000). Melanins, melanogenesis and melanocytes: Looking at their functional significance from the chemist’s viewpoint. Pigment Cell Research, 13(4), 283–293. https://doi.org/10.1034/j.1600-0749.2000.130412.x
Smiljanic, S., Messaraa, C., Lafon-Kolb, V., Hrapovic, N., Amini, N., Osterlund, C., & Visdal-Johnsen, L. (2022). Betula alba Bark Extract and Empetrum nigrum Fruit Juice, a Natural Alternative to Niacinamide for Skin Barrier Benefits. International Journal of Molecular Sciences, 23(20). https://doi.org/10.3390/ijms232012507