Salah satu pilar yang mendukung percepatan perwujudan
Visi Indonesia Tahun 2045 adalah Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Melalui
pilar ini diharapkan Indonesia mnejadi negara maju yang memaksimalkan
potensi-potensi sektor ekonominya. Dalam pelaksanaannya, komitmen terhadap
kelestarian lingkungan menjadi salah satu hal penting untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Komitmen ini dibuktikan antara lain dengan rumusan Peningkatan
Ketahanan Energi melalui Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta Komitmen
Lingkungan Hidup dan Pembangunan Rendah Karbon. Program-program ini memastikan bahwa
pembangunan tidak memberi dampak merugikan bagi lingkungan. Peran EBT
dimaksimalkan hingga mampu melampaui penggunaan minyak bumi sebagai sumber
energi pada tahun 2050 dengan target 31% dari total sumber energi lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, proyeksi penurunan emisi karbon juga ditargetkan
menurun hingga 30-41% pada tahun 2045. Termasuk
dalam strategi pelaksanaannya adalah penanganan limbah secara terpadu.
Di sisi lain, perkembangan ilmu dan teknologi yang juga merupakan salah satu pilar pendukung Visi Indonesia maju 2045, tidak bisa dipungkiri sangat berpotensi dalam menghasilkan proses dan produk yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Di bidang kimia, kepedulian akan hal ini telah melahirkan gagasan Kimia Hijau (Green Chemistry). Di tingkat global, gerakan Kimia Hijau telah menjelma mejadi suatu gerakan masif yang mewadahi ilmuwan, akademisi dan industri untuk menyatukan komitmen menuju ilmu Kimia yang tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan.
Green Chemistry
Institute
(CGI) dan American Chemical Society
(ACS) berkolaborasi bersama menghasilkan berbagai forum, kelompok penelitian
serta publikasi di seluruh dunia, di antaranya
1. Mediterranean Countries Network on Green Chemistry (MEGREC)
2. Jurnal Green Chemistry, diterbitkan oleh Royal Society of Chemistry di United Kingdom
3. Green and Sustainable Chemistry Network di Jepang (pelaksana Asian-Oceania Conference on Green and Sustainable Chemistry), dan
4. Centre of Green Chemistry di Monash University, Australia
Di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mewadahi
beberapa pusat riset, di antaranya Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan
dan Penilaian Daur Hidup. Pusat riset ini melakukan riset bioindustri nasional
yang berkelanjutan melalui sistem produksi yang efisien dan ramah lingkungan
dengan menggunakan teknologi Kimia Hijau dalam upaya mendapatkan sertifikasi
ekolabel. Selain itu, Pusat Riset Teknologi Hijau (GREENTech) di Universitas
Diponegoro dibentuk dan dikembangkan berdasarkan 12 Prinsip Kimia Hijau dan 12
Prinsip Rekayasa Hijau yang dicetuskan oleh Paul Anastas dan John C. Warner. Pusat
riset ini secara rutin melaksanakan pertemuan ilmiah dan publikasi terkait
dengan perkembangan riset teknologi
pendukung Kimia Hijau.
Kimia Hijau merupakan suatu konsep yang melibatkan peran
ilmu pengetahuan untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan. Melalui pendekatan
Kimia Hijau, desain produk dan proses kimia ditujukan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan penggunaan atau pembentukan senyawa-senyawa kimia yang berbahaya.
Cakupan konsep ini meliputi daur hidup produk kimia mulai dari desain, produksi,
penggunaan dan penanganan limbahnya.
12 Prinsip Kimia Hijau antara lain:
Prevention. Mencegah terbentuknya limbah ketimbang mengolahnya.
Atom Economy. Pemaksimalan konversi starting material menjadi produk akhir.
Design less hazardous chemical syntheses. Rancangan sintesis yang hanya menggunakan dan menghasilkan bahan-bahan kimia yang tidak berbahaya.
Design safer chemicals and products. Hanya merancang produk-produk
yang fungsinya efektif dan tidak toksik.
Use safer solvents and reaction conditions. Penggunaan bahan pelarut dan
tambahan yang tidak berbahaya.
Increase energy efficiency. Peningkatan sumber energi
reaksi/proses. Jika memungkinkan pada suhu dan tekanan ruang.
Use renewable feedstocks. Menggunakan bahan baku yang dapat
diperbarui
Avoid chemical derivatives. Mengurangi derivatisasi senyawa
melalui modifikasi, proteksi dan pemblokiran gugus fungsi.
Use catalysts, not stoichiometric reagents. Memilih katalis reaksi yang
bersift selektif daripada yang stokiometrik.
Design chemicals and products to degrade after use. Merancang produk/bahan kimia yang
dapat didaur ulang pada masa akhir pakainya.
Analyze in real time to prevent pollution. Pencegahan polusi melalui
analisis real time.
Minimize the potential for accidents. Memilih menggunkan bahan kimia
yang lebih rendah resiko kecelakaannya.
Di Jurusan Kimia UIN Alauddin Makassar, sejumlah riset telah mengadaptasi konsep Kimia Hijau. Dengan mengusung visi dan
misi pengembangan sumber daya alam lokal, beberapa prinsip Kimia Hijau diaplikasikan
dalam berbagai penelitian dosen dan mahasiswa di Jurusan Kimia UIN Alauddin
Makassar, salah satunya riset Minyak
Atsiri. Bahan alam lokal yang dikaji di antaranya minyak atsiri dari Tanaman
Nilam (Pogestemon cablin) dan Lemo
Cuco’ (Citrus macroptera).
Senyawa metabolit sekunder dan bioaktivitas bahan alam
lokal ini telah dikaji melalui penelitian
yang berkelanjutan. Ekstraksi yang dilakukan pada awalnya masih banyak
menggunakan metode maserasi, soxhlestasi dan destilasi sederhana. Maserasi
merupakan metode ekstraksi yang sangat sederhana, tetapi memiliki kekurangan,
yaitu kebutuhan akan pelarut yang cukup besar dan waktu kerja yang relatif
lebih lama. Demikian pula dengan hidrodestilasi. Walaupun pelarut yang
digunakan adalah air, namun proses pemanasan yang cukup lama menjadikan metode
ini kurang efisien terutama bila dilihat dari rendahnya rendamen minyak atsiri
yang diperoleh. Selain itu, prosesnya memerlukan pemanasan dengan sumber energi
listrik yang umumnya berasal dari energi tidak terbarukan.
Saat ini penelitian dan publikasi telah diarahkan pada
penggunaan metode-metode yang lebih sesuai dengan konsep Kimia Hijau seperti,
Microwave Assisted Extraction, Microwave-Hyrodistillation Assisted Extraction,
Solvent-Free Microwave Extraction, dan Ultrasonic Assisted Extraction. Proses
berbasis gelombang mikro dan gelombang suara relatif berenergi rendah. Pada gelombang
mikro, proses pemanasan berlangsung efisien berkat efektifnya radiasi gelombang
mikro menarik senyawa dari matriks sampel. Demikian pula pada gelombang ultrasonik. Gelembung kavitasi yang dihasilkan mampu memberikan
energi kinetik yang cukup besar untuk memecah dinding sel sampel pada suhu dan
tekanan ruang.
Pengembangan riset ke depan akan terus difokuskan
pada ekplorasi menyeluruh pada spesies
bahan alam lokal tersebut, optimasi metode pemisahan dan pemurnian serta
penentuan struktur dan uji bioaktivitas. [Ai]
Bidang Kajian Kimia
Organik,
Aisyah